Inovasi Pengelolaan Sampah Plastik: Mengubah Plastik Jenis PET Menjadi Bahan Bakar Alternatif melalui Proses Pirolisis

Pengelolaan Sampah Plastik
Ilustrasi: istockphoto

Pertumbuhan perkotaan secara alami menghasilkan peningkatan jumlah sampah perkotaan, dengan kontribusi utama dari peningkatan penggunaan plastik sehari-hari.

Indonesia sendiri adalah produsen sampah plastik terbesar kedua di dunia, menghadapi tantangan besar dalam mengelola dampak lingkungan dari tumpukan sampah plastik. Sampah plastik, khususnya jenis botol PET, memiliki potensi untuk mencemari lingkungan selama berabad-abad.

Salah satu pendekatan yang sangat efektif untuk menanggulangi tantangan ini adalah melalui pengolahan sampah plastik jenis PET menggunakan metode pirolisis menjadi bahan bakar alternatif.

Konsep ini memanfaatkan fakta bahwa plastik berasal dari minyak bumi dan dapat diubah kembali seperti asalnya. Dan juga kita menemui fakta bahwa, plastik jenis PET memiliki nilai kalor yang sebanding dengan BBM berbahan fosil.

Namun, pendekatan proses ini tidaklah sederhana. Proses pirolisis, yang melibatkan pemisahan bahan dengan suhu tinggi, membutuhkan perhatian terhadap faktor-faktor tertentu.

Suhu, waktu, dan tingkat pemanasan menjadi parameter kunci yang memengaruhi hasil pirolisis. Selain itu, ukuran partikel, jenis plastik, dan jenis pirolisis juga ikut memainkan peran penting dalam komposisi produk cair yang dihasilkan.

Dalam sebuah penelitian, sampah plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET) yang tidak lagi dikumpulkan oleh pemulung diambil sebagai bahan utama. Proses pengolahan melibatkan tahap pemisahan, pemotongan, dan pengeringan sampah plastik sebelum dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis.

Pengambilan data melalui variasi pengujian dilakukan untuk mengevaluasi hasil pirolisis dan menentukan jumlah minyak yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pirolisis yang efektif untuk plastik jenis PET berada di atas 250°C. Pendekatan resemblant flux dalam proses pirolisis menghasilkan lebih banyak minyak dibandingkan dengan pendekatan counter flux.

Volume minyak fading besar terbentuk pada rentang suhu antara 260°C hingga 350°C. Hasil pengamatan eksperimen juga menunjukkan bahwa kondensor pertama menghasilkan lebih banyak minyak dibandingkan dengan kondensor kedua, dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi.

Temuan ini memberikan wawasan yang berharga tentang parameter penting seperti suhu, aliran, dan kondensasi dalam proses tersebut.

Dengan sebuah pemahaman yang lebih baik terhadap faktor-faktor tersebut, diharapkan proses pengolahan sampah plastik dapat dioptimalkan untuk menghasilkan bahan bakar pilihan yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk lingkungan.

Ini adalah inovasi yang menjanjikan. Keberlanjutan lingkungan dapat dicapai melalui kolaborasi lintas sektor, investasi dalam teknologi yang ramah lingkungan, dan pendidikan masyarakat tentang manfaat solusi inovatif ini.

Transformasi sampah plastik menjadi sumber energi alternatif dapat menjadi tonggak penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan global.

Penulis: 
1. Ikbal Fauzi (2103035029)
2. Yandi Firmansyah (2103035034)
Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Dr. Hamka

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *