Perang Rusia-Ukraina, Kesalahan Sama seperti Era Perang Soviet-Afghanistan

Rusia vs Ukraina
Rusia vs Ukraina

Penulis: Benedicktus Hade Putra H. S
Mahasiswa Universitas Diponegoro
Email: hadeputerra@gmail.com

Abstrak

Jurnal ini akan membahas bagaimana Perang antara Rusia dan Ukraina memiliki kesamaan seperti pada perang Soviet-Afghanistan.

Walaupun memiliki perbedaan dari segi historis, tetapi Rusia beserta Uni-Soviet ini memiliki sebuah peperangan dengan pola yang mirip diantara keduanya.

Persamaan itu ditemukan dari beberapa aspek seperti kurangnya moral semangat tentara Rusia dan Soviet, Perekonomian Rusia dan Afghanistan yang sama-sama menyusut hari demi hari.

Perpolitikan dari dalam negeri hingga luar negeri yang panas hingga menyudutkan Rusia dan Soviet, rakyat yang mulai tidak percaya terhadap pemerintah, hingga Rusia yang memakai kendaraan dan taktik kuno Soviet.

Dengan kata lain, jurnal ini akan membandingkan kedua waktu sejarah dengan metode penelitian kualitatif deskriptif agar dapat menunjukkan hasil tes berupa pola yang mirip untuk memprediksi masa depan Rusia, Ukraina, hingga dunia.

Akhir kata, hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Rusia bisa saja bernasib buruk yaitu runtuh dan pecah seperti Uni-Soviet.

Lalu dari politik internasional, jikalau Rusia tetap angkuh dan memperburuk relasinya dengan negara Barat, maka perang dingin ke 2 tidak terelakkan.

Dan mungkin hal terparah yakni perang dunia ketiga yang diakibatkan China memakai perang Rusia-Ukraina ini sebagai distraksi untuk rencana China menginvasi Taiwan.

Kata kunci: Uni-Soviet, Rusia, Ukraina, Afghanistan, Konflik.

Abstract

This journal will discuss how the war between Russia and Ukraine has similarities to the Soviet-Afghan war.

Even though they have differences from a historical perspective, Russia and the Soviet Union have a war with a similar pattern between the two.

This similarity was found in several aspects such as the lack of morale and spirit of the Russian and Soviet troops, the Russian and Afghan economies were both shrinking day by day, politics from domestic to foreign was hot to the point of cornering Russia and the Soviets, people who began to distrust the government, to Russia using old Soviet vehicles and tactics.

In other words, this journal will compare the two historical periods with a descriptive qualitative research method in order to show test results in the form of a similar pattern to predict the future of Russia, Ukraine, and the world.

Finally, the results of this study conclude that Russia could have the bad fate of collapsing and breaking up just like the Soviet Union.

Then from international politics, if Russia continues to be arrogant and worsens its relations with Western countries, then the second cold war is inevitable.

And perhaps the worst thing is the third world war caused by China using this Russian-Ukrainian war as a distraction for China’s plans to invade Taiwan.

Keywords: Soviet Union, Russia, Ukraine, Afghanistan, Conflict.

Pendahuluan

Sejak 2014, Rusia berkonflik dengan Ukraina diakibatkan masalah geopolitik. Konflik ini berlangsung selama setahun hingga 2015.

Setelah berakhirnya konflik, bukannya semakin membaik tetapi hubungan Rusia dan Ukraina ini perlahan-lahan semakin memburuk.

Pengaruh dari Barat yaitu negara-negara yang tergabung NATO dan Uni-Eropa perlahan-lahan menyebar ke negara-negara eropa timur.

Beberapa negara eropa timur bekas kekuasaan Soviet pun mulai bersekutu dengan negara Barat dengan masuk menjadi anggota NATO maupun Uni-Eropa.

Pengaruhnya mulai berkurang, ini merupakan ancaman bagi Rusia. Ukraina sebagai salah satu aset strategis oleh Rusia dikarenakan geografinya yang berseberangan langsung dengan laut, pemroduksi gandum terbesar dan sebagai buffer-state oleh Rusia.

Rusia dalam mempertahankan relasi dengan mantan negara kuasaannya diperlukan karena aspek historis seperti pada perang napoleon (1803-1815) dan perang dunia ke 2 (1939-1945).

Memiliki Buffer-state merupakan keharusan bagi Russia agar suatu saat Rusia diserang dari arah Barat, masih ada negara lain sebagai benteng agar tidak mudah ditembus musuh seperti pada 2 perang sebelumnya dimana Perancis pada perang Napoleon dan Jerman pada Perang dunia ke 2 dapat menembus hingga ibu kota Rusia.

Dan pada tahun 2021, hubungan keduanya tak semakin membaik dikarenakan Ukraina yang semakin dipengaruhi oleh negara Barat (NATO) untuk bergabung dengan NATO.

Mendengar ini rusia tidak senang, Ultimatum pun dikeluarkan oleh Rusia (Muhammad, 2015, 2-3).

Karena solusi yang buntu, maka pada akhirnya Rusia menginvasi Ukraina dengan dalih untuk membebaskan warga Rusia yang bermayoritas tinggal di Ukraina Timur.

Kampanye Rusia di Ukraina ini tengah menjadi perbincangan panas terutama oleh beberapa pengamat politik yang menganggap ini sebagai era perang dingin yang baru.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui masa depan dari Federasi Rusia itu sendiri dan juga masa depan perpolitikan Internasional melalui persamaan pola antara perang Rusia-Ukraina dengan perang Soviet-Afganistan.

Metode Penelitian

Metode yang saya gunakan dalam Jurnal ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data dari website berupa buku, jurnal, dan artikel lalu akan dideskripsikan keterangan dan saling mengkomparasikan kedua waktu sejarah untuk memberikan hasil uji tes berupa kesamaan pola antara perang Rusia-Ukraina dengan Soviet-Afghanistan untuk menentukan arah masa depan Rusia dan dunia kedepannya.

Hasil dan Pembahasan

Laga Berlanjut, Kantong Rusia Menipis

Sejak kejatuhan Uni-Soviet dan beralih menjadi Federasi Rusia, Rusia telah kehilangan banyak daerah kekuasaannya yang berpisah dan berdiri sendiri.

Salah satunya Ukraina yang menjadi permasalahan hingga kini. Rusia yang sudah bukan di masa primanya seperti pada zaman Soviet.

Semenjak krisis, Federasi Rusia kesulitan dalam membangun kembali perekonomian negara untuk kembali menjadi negara superpower layaknya Uni-Soviet pendahulunya dan perekonomian Rusia mayoritas mengandalkan penghasilan dari gas bumi serta minyak bumi.

Gas bumi Rusia sangat melimpah dan menjadi andalan dikarenakan ekonomis dan terjangkau oleh negara-negara di Eropa yang sangat membutuhkan gas bumi dikarenakan iklim dingin di Eropa.

Oleh karena itu, Rusia membangun pipa untuk mendistribusikan gas buminya ke negara Eropa yang membutuhkan dengan membangun pipa Nord Stream yang melewati laut baltik.

Karena menguasai dan memonopoli gas bumi dan perminyakan Eropa, Rusia seakan memiliki pengaruh besar terhadap negara-negara Eropa, maka dari itu Rusia juga berani melakukan Invasi terhadap Ukraina.

Konflik yang diawali oleh permasalahan geopolitik ini yang diklaim Rusia akan cepat menguasai Ukraina ternyata tidak seperti yang dikatakan.

Kesalahan strategi dari Rusia, permasalahan internal Rusia dan juga panasnya politik internasional memperkeruh suasana di medan tempur.

Di sisi lain, embargo yang dilakukan negara Barat terutama yang berada di Eropa memutus hubungan bisnis Nord Stream yang mempersulit ekonomi negara Eropa dan juga Eropa tengah dilanda krisis gas bumi.

Tak hanya itu, pipa Nord Stream juga sedang dalam perbaikan dikarenakan diledakkan oleh pihak tidak bertanggung jawab dan sampai saat ini tidak ditemukan siapa yang melakukannya (Cursino & McGarvey, 2023).

Selain itu, Amerika juga mengintervensi melalui politik internasional terutama di bagian Eropa serta dengan gencar melakukan propaganda agar banyak negara yang ikut bergabung dalam memberi dukungan dan bantuan terhadap Ukraina.

Amerika menawarkan gas bumi negaranya terhadap negara-negara Eropa untuk membalas bisnis minyak dan gas bumi Rusia dan juga mengirimkan pasokan persenjataan terhadap Ukraina.

Kondisi keuangan Rusia cukup menegangkan. Menurut Mark Manger, seorang  professor dari University of Toronto menyebutkan bahwa ekonomi Rusia tidak hancur, tetapi menyusut perlahan “The Russian economy hasn’t collapsed, but it’s shrinking,” (Armstrong, 2023).

Beberapa faktor pendukung dari argument professor ini karena akibat dari sanksi yang dikeluarkan oleh negara Barat salah satunya pembatasan ekspor dan impor untuk Rusia, hal ini berdampak terhadap harga minyak bumi per barrelnya dan kelangkaan gas bumi terutama di Eropa.

Rusia yang bergantung terhadap pendapatan dari ekspor gas dan minyak bumi nya harus mencari pasar lain dikarenakan ekspornya ke negara Eropa dibatasi.

Beberapa partner dagang baru rusia yaitu India, China, dan juga Turki yang cukup dilema untuk berdagang dengan Rusia tetapi disisi lain tertekan oleh sekutu dari NATO (Armstrong, 2023).

Tetapi negara-negara ini menuntut diskon dari Rusia. Dari data CBC news, Rusia sendiri telah mencapai resesi ekonomi pada 2022 kuartal ke 3, dan dari data World Bank menyebutkan Rusia telah mengalami minus 3.70 Persen GDP pada 2022 (World Bank, 2023).

Walaupun begitu, menurut Republika.id, dikarenakan impor Rusia yang menurun tetapi penjualan minyak dan gas bumi Rusia mendapat partner dagang baru yang membuatnya terus berjalan dan menurut Bank sentral.

Pada 2022 kemarin Rusia menghasilkan kenaikan sebesar 227,4 miliar dolar AS atau naik 86 persen dari tahun 2021 (Wulandhari, 2023).

Tetapi hal ini tidak berarti hal baik bagi Rusia, walau pendapatan negara naik drastis tetapi kebutuhan pokok masyarakat terutama barang impor naik tajam karena pembatasan impor dari NATO dan EU.

Juga beberapa franchise dari Amerika terpaksa ditarik dari Rusia seperti MacDonald, Starbucks, dan outlet seperti fashion, kendaraan, dan lainnya.

Kemudian negara-negara G7 telah merencanakan penambahan sanksi embargo terhadap Rusia di 5 Februari 2023 dan diperkirakan menurunkan produksi minyak sebesar 42 ton (Wulandhari, 2023) dan pembatasan impor akan membuat masalah baru jika Rusia tidak benar dalam menangani kebutuhan masyarakat, maka inflasi tinggi tak terelakkan.

Juga perkembangan politik Internasional akan menentukan arah apakah Rusia akan bertahan dengan sekutu barunya atau perekonomian Rusia akan menyusut kian hari dan menimbulkan krisis baru.

Sikap Rusia yang tangguh mempertahankan perang di front Ukraina juga mempertanyakan bagaimana perekonomian, politik dan stabilitas Rusia kedepannya.

Menurut data dari Anadolu Agency pada Kamis (10/3/2022), ada 2.991 obyek infrastruktur militer Ukraina yang rusak dan data alutsista Ukraina yang rusak sebagai berikut (Kriesdinar, 2022):

  1. 97 Pesawat
  2. 107 Kendaraan udara tak berawak
  3. 141 Sistem pertahanan rudal anti-pesawat
  4. 86 Pos radar
  5. 986 Tank dan kendaraan tempur lapis baja lainnya.
  6. 107 Peluncur roket ganda
  7. 368 Artileri lapangan dan mortir
  8. 749 Unit kendaraan militer khusus.

Disisi lain, Dalam konferensi pers virtual dengan media-media asing yang turut dihadiri Kompas.com, menlu Ukraina yaitu Dmytro Kuleba juga memberikan data-data jumlah korban tewas dan alutsista yang hancur di pihak Rusia dengan data sebagai berikut (Kriesdinar, 2022):

  1. 000 Tentara
  2. 39 Pesawat Tempur
  3. 40 Helikopter
  4. 269 Tank
    945 Kendaraan lapis baja
  5. 005 Artileri
  6. 19 Sistem senjata anti-pesawat

Data di atas merupakan data yang diberikan per 13 Maret 2022 dan masih bertambah kian hari sampai saat ini.

Perbandingan yang cukup jauh antara kerugian Ukraina dengan Rusia, tetapi hingga saat ini Ukraina terus dibanjiri dukungan berupa pemberian alutsista oleh negara-negara NATO dan EU. Pengeluaran AS untuk Ukraina sendiri lebih besar dari budget pertahanan Rusia.

Data Amerika Serikat: (Howard et al., 2023), Data Rusia: (Global Firepower, n.d.)

Jika bantuan AS ditambah dengan bantuan dari negara lainnya maka total bantuan berbagai negara terhadap Ukraina berjumlah $112miliar dollar kurang lebih.

Hal ini merupakan permasalahan yang cukup serius karena bantuan ini sudah melebihi dana pertahanan Rusia itu sendiri.

Dengan kata lain, Ukraina akan menjadi saingan yang imbang untuk Rusia. Dari pihak Rusia, Rusia kekurangan persenjataan modern untuk memenuhi kebutuhan prajuritnya di front depan Ukraina.

Sementara Ukraina mendapat kiriman berupa persenjataan dan alutsista yang lebih modern dan ampuh, Rusia sendiri ternyata memiliki masalah dalam pengembangan teknologi dan juga produksi pabrik-pabrik persenjataannya.

Rusia di Ukraina memakai alutsista kuno era Uni-Soviet mereka dan beberapa di modernisasi seperti tank T-64, T-72, T80, BMP-1 dan beberapa kendaraan tua lainnya.

Kendaraan lapis baja dan tank Rusia memang banyak dan merupakan yang terbanyak di dunia, tetapi mayoritas dari alutsista tersebut merupakan alutsista teknologi lama yang sudah tidak relevan karena persenjataan yang lebih maju dari musuh Rusia.

Lanjut lagi alutsista dan ranpur modern Rusia seperti T-14, BMP-T, dan persenjataan lainnya yang modern kurang banyak di gudang persenjataan Rusia serta produksi persenjataan baru ini membutuhkan banyak biaya untuk melakukan produksi massal.

Belum lagi desain dan produk alutsista dengan teknologi modern Rusia ini memiliki berbagai skandal dari perusahaan dan juga dari pemerintah Rusia.

Jadi jika Rusia tetap mempertahankan invasinya terhadap Rusia tanpa mereformasi militer dan taktik, maka Rusia sama saja membuang ‘sampah tua’ di medan tempur dan juga membuang tentara-tentara.

Dikarenakan Ukraina sendiri mendapat banyak dukungan dari negara NATO dan EU berupa perlengkapan dan kendaraan tempur.

Maka Rusia bisa saja kekurangan banyak alutsistanya sementara produksi persenjataan baru Rusia tidak dapat memenuhi kebutuhan tentara Rusia di medan tempur, juga logistik yang diberikan Rusia dapat terbuang sia-sia dan bisa saja membuat rusia kekurangan akan logistik kedepannya.

Hal ini berbeda dengan Ukraina yang tanpa harus memproduksi banyak senjata, Ukraina mendapat limpahan bantuan dari NATO dan EU.

Serupa Tapi Tak Sama

Rusia saat ini sedang berjuang tidak hanya di front Ukraina saja, tetapi harus mempertahankan ekonomi, stabilitas, moral, politik, dan relasi internasionalnya.

Kemajuan Rusia di front depan Ukraina tetapi harus mempertahankan ekonomi, stabilitas, moral, politik, dan relasi internasionalnya. Kemajuan Rusia di front depan Ukraina tidak mengalami kemajuan yang signifikan atau stagnan, banyak alutsista persenjataan rusak hingga personil yang berjatuhan. Sama seperti pendahulunya, Rusia saat ini memiliki ancaman yang sama dengan Uni-Soviet pada kampanyenya di Afghanistan. Pada bab ini, akan membandingkan persamaan-persamaan yang menguatkan argumen jurnal kali ini. Pertama dari perbandingan invasi satu tahun dari Rusia-Ukraina dengan Uni-Soviet-Afghanistan sebagai berikut:

Ukraina vs rusia
Afghanistan

Gambar 1: (Institute for the Study of War, 2022); Gambar 2 dan 3 : (Fremont-Barnes, 2012, 26-27)

Pada gambar 1 terlihat 1 Tahun invasi Rusia terhadap Ukraina tidak memiliki peningkatan yang signifikan, juga dibelakang dari garis depan Ukraina, Rusia masih mendapat penyerangan yang cukup sengit dari militan Ukraina di garis belakang.

Lalu pada gambar ke 2 dan 3, setahun setelah invasi dari Soviet ke Afghanistan, pasukan Soviet yang terpencar dan memasuki area yang mayoritas masih dikuasai pasukan pemberontak Afghanistan.

Dapat disimpulkan bahwa dari gambar diatas dapat dibandingkan persamaan Rusia dengan Soviet yang tidak mengalami kemajuan yang signifikan dan masih berjuang di daerah yang sama dengan waktu lama juga mengalami kerugian yang banyak. Selanjutnya pada masalah moral pasukan Rusia.

Beberapa media mengatakan bahwa ada beberapa prajurit Rusia yang kewalahan karena macetnya persediaan suplai perang sementara pejuang Ukraina merupakan lawan yang cukup tangguh. Selain itu, beberapa juga beranggapan bahwa menyerang Ukraina sama seperti menyerang saudara sendiri.

Beredar juga bahwa Rusia kekurangan pasukan untuk bertempur di Ukraina dan kewalahan untuk merekrut pasukan reguler dari masyarakat, propaganda militer untuk memikat masyarakat kiranya tidak terlalu efektif hingga perubahan aturan untuk merekrut pasukan baru membuat beberapa masyarakat Rusia memilih kabur keluar negeri demi menghindari panggilan tugas (Kurnia, 2022). Karena ini, Rusia tengah merekrut tentara bayaran atau ‘mercenaries’ dari pihak swasta hingga negara lain seperti tentara bayaran dari Suriah (Ramandhita, 2023).

Pasukan Rusia sendiri dikatakan kekurangan moral dibanding tentara bayaran dan pasukan khusus mereka seperti spetsnaz, Masalah moral prajurit cukup berpengaruh pada kemajuan perang.

Pada perang Afghanistan yang disebutkan pada buku “The Soviet-Afghan War: How a Superpower Fought and Lost.” juga menjelaskan hal yang sama yaitu para prajurit yang kekurangan moral dalam peperangan. Pada buku, disebutkan bahwa banyak dari pemuda yang menjauhi dan menghindari perekrutan masuk militer.

Rusia kewalahan dalam merekrut militer, beberapa melakukan suap dengan janji untuk membebaskan atau melindungi anak-anak jika masuk ke militer. Karena kewalahan, beberapa rekrutan pemuda juga tidak dibekali latihan proporsional dan kurang efektif selama di Afghanistan.

Kebijakan wajib militer juga tidak efektif, beberapa dibohongi bahwa mereka akan melawan tentara bayaran dari Amerika dan China, sementara fakta lapangan mereka dicap sebagai penjajah dan tidak diterima dengan ramah. Karena faktor ini moral tentara semakin anjlok.

“During the war, draft-age Soviet youth increasingly tried to avoid the draft and Afghanistan duty. Large bribes were paid to exempt or safeguard the children of the privileged. A disproportionate number of youth from factories and collective farms served in Afghanistan. The conscript’s morale was not great when he was drafted. At the training centers, conscripts were told that they were going to fight Chinese and American mercenaries. When they got to Afghanistan, they soon discovered that they were unwelcome occupiers in a hostile land. Morale further plummeted at this realization” (the Russian General Staff & the Russian General Staff, 2002, 313)

Dari persamaan diatas dapat kita simpulkan bahwa Rusia dan Uni-Soviet memiliki kesamaan dalam menjaga semangat dan moral tentaranya. Cara Rusia mempertahankan moral pasukanya sama seperti Afghanistan, tetapi cara lama ini memberi hasil kurang efektif dan berakibat sama dengan Uni-Soviet mempertahankan semangat dan moral tentaranya kala itu.

Ditakutkan hal ini akan memperburuk situasi terutama pada kestabilan dalam negeri Rusia jika masyarakat dan pasukannya sendiri mempertanyakan perintah dan pemerintah.

Lalu dari politik internasional, Rusia pada saat ini menjadi musuh banyak negara karena propaganda yang dilancarkan dari Barat terhadap invasinya di Ukraina (tidak sebanding disaat Amerika mengintervensi timur tengah, tidak terlalu banyak yang menentang dan banyak negara yang ikut membantu Amerika).

Tak hanya itu, Ukraina mendapat banyak dukungan dan juga bantuan berupa hibah dan penyewaan alutsista dan persenjataan dari negara Barat.

Amerika sendiri secara terang-terangan membantu Ukraina dengan menyuplai Ukraina sebesar lebih dari $76,9 miliar dolar AS, diantaranya $46,6 miliar dollar dalam bentuk bantuan militer, $26,4 Miliar dollar dalam bentuk finansial, dan $3,9 miliar dollar untuk bantuan humanitarian.

Bantuan tersebut belum termasuk dari negara NATO dan EU sendiri. Sama seperti di Afghanistan, amerika juga memberi dukungan kepada Afghanistan. Diawali dengan mengintervensi perpolitikan Afghanistan melalui CIA.

Intervensi AS gagal dan Rusia menginvasi Afghanistan disaat AS lengah karena terjadi penyanderaan di kantor kedutaan AS yang dilancarkan Iran. Amerika mengganti taktik, CIA tengah berupaya membantu pasukan pemberontak anti-komunis Afghanistan dengan berbagai cara. Lalu datang seorang diplomat yang mengubah game taktik peperangan yaitu Charlie Wilson.

Charlie melobi pemerintah AS untuk memberikan Afghanistan persenjataan berupa senjata anti-tank yaitu stinger missile yang baru dikembangkan dan di produksi (Nichols, 2007). Tak hanya sebagai bantuan, hal ini juga untuk menguji keefektifan dari senjata anti-tank dan juga anti-aircraft yang portable dan mudah dipakai.

Di lapangan, senjata MANPADS (Man-portable air defense systems) sangat efektif terutama jika memakai taktik gerilya. Soviet dengan taktik konvoi yang mengumpul menjadi sangat tidak efektif.

Pada perang untuk memperebutkan bukit 3234 (dijadikan film dokumenter The 9th Company), konvoi Soviet dengan mudah dihancurkan oleh Afghanistan. Walau pada akhirnya tentara Mujahidin dapat dikalahkan, tetapi Soviet juga mengalami kerusakan berat pada suplai dan ranpur mereka (Bondarchuk, 2005).

Di perang Ukraina, Rusia juga mengalami hal yang sama. Ukraina sekarang disuplai MANPADS tercanggih dari negara Barat, diantaranya yang terkenal dan sudah teruji adalah Stinger generasi ke 4, Javelin, dan Starstreak milik Inggris.

Gambar konvoi 1-5: (Dama, 2022) Gambar 6: (the Russian General Staff & the Russian General Staff, 2002, 155)

Sepertinya pada kejadian ini, Rusia masih memakai taktik lama mereka, hal ini dimana kurang efektif karena Rusia akan kewalahan dalam mengirimkan suplai dan bantuan ke garis depan, serta ranpur mereka kian hari makin berkurang.

Bisa kita komparasikan langsung dengan gambar ke-6 dimana disitu merupakan konvoi truk pembawa logistik dan minyak Soviet hancur diakibatkan perlawanan dari Mujahidin.

Dengan ini dapat dipastikan Rusia sudah harus mengganti taktik mereka. Dari sisi lain, gambar-gambar diatas juga menunjukkan keefektifan dari senjata personil anti-tank negara barat, dan untuk melawan personil anti-tank ini diperlukannya sistem pelindung baru seperti missile countermeasures.

Persenjataan modern Rusia sudah dilengkapi dengan missile countermeasures untuk menanggulangi kerusakan dan melindungi kendaraan dari MANPADS. Tetapi fakta lapangan Rusia lebih banyak memakai kendaraan lama era Soviet yang dimana masih memakai pelindung konvensional seperti reactive armour yang dimana MANPADS generasi terbaru dapat mudah menembus pelindung ini.

Rusia tidak bisa memproduksi ranpur modern mereka secara massal, harga produksi yang mahal tidak sebanding dengan pendapatan negara Rusia, berbeda dengan saat zaman soviet dimana pendapatan negara sebagian besar digunakan untuk keperluan militer.

Sementara jika Rusia terus-menerus membuang militernya menggunakan kendaraan tua dan taktik tua yang sudah tidak relevan, maka Rusia sama saja dengan membuang nyawa karena Ukraina sendiri juga mendapat pemberian alutsista modern dari negara NATO.

Asumsi saya, taktik ini dipakai karena semasa perang Afghanistan, Rusia kewalahan dikarenakan medan tempur Afghanistan yang sangat mendukung pemberontak Afghanistan.

Maka dari itu Rusia masih memakai taktik ini dikarenakan perbedaan medan antara pegunungan Afghanistan dengan padang rumput berlumpur Ukraina.

Tetapi Rusia lupa bahwa tentara Ukraina pasti sudah hafal dengan medan di negaranya dan juga Ukraina memiliki pepohonan di sisi kanan dan kiri jalan yang memberikan keuntungan bagi tentara Ukraina itu sendiri.

Maka dapat disimpulkan dari argumen dan bukti diatas bahwasanya taktik ini semakin tidak relevan dan mempersulit gerak logistik Rusia. Rusia makin hari kian menjadi tidak stabil dari segala aspek. Rusia bisa saja jatuh seperti Soviet pendahulunya.

Menurut Mayer Davis, kepercayaan terbentuk atas tiga aspek yaitu kemampuan, integritas, dan niat baik. Singkatnya kemampuan ditunjukkan dari Negara yang dapat mengatur sesuai keinginan masyarakat, disinilah kepercayaan dapat muncul terhadap pemerintah.

Faktor pengalaman dan pembuktian performanya akan mendasari munculnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Lalu, integritas merupakan konsistensi antara ucapan dan perbuatan dari pemerintah itu sendiri. Dengan memiliki integritas maka suatu kepercayaan akan terbentuk dari rakyat terhadap pemerintah. Terakhir, Kebaikan hati yang berkaitan dengan intensi (niat) politisi. Kebaikan hati dinilai melalui perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima (Mayer et al., 1995).

Ketiga aspek ini merupakan hal penting untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap suatu rezim pemerintahan. Soviet gagal dalam menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki ekonomi, integritas pemerintahan yang tidak korup, dan niat baik untuk memperbaiki negara.

Rusia tiap harinya kekurangan kepercayaan dari masyarakatnya. Untuk saat ini, pada data perekonomian makro Rusia sepertinya masih bagus, tetapi disisi lain seperti perekonomian mikro, harga barang impor melejit naik dan kesusahan bahan baku impor, lalu masyarakat juga muak dengan niat Rusia di Ukraina, kemampuan Rusia menjaga stabilitas negaranya, dan Integritas para politisi Rusia.

Demonstrasi menentang perang Rusia dengan Ukraina juga kerap kali terjadi, tetapi yang terjadi pemerintah malah menangkap dan menahan para demonstran (Hutapea, 2022). Hari demi hari Rusia malah menuju sebuah police-state dan kehilangan inti demokrasi.

Kesimpulan

Rusia pada perang Ukraina disaat ini dan Uni-Soviet pada perang melawan Aghanistan memiliki banyak kesamaan. Dari segala aspek seperti, negara lawannya yaitu Ukraina dan Afghanistan yang mendapat bala bantuan dari Amerika beserta sekutu-sekutunya, kestabilan politik dan masyarakat serta militer yang mulai mempertanyakan kemampuan, integritas, dan niat baik dari pemerintah Rusia sama seperti pendahulunya yakni Soviet.

Taktik sama yang masih dipakai juga menjadi masalah, walaupun ketidak efektifannya sudah dibuktikan di Afghanistan, tetapi taktik ini tetap digunakan yang berdampak pada tentara yang mulai mempertanyakan perintah. Perekonomian Rusia juga terancam, jika tidak dikelola dengan sangat baik, maka nasib Rusia dapat sama seperti Uni-Soviet.

Akhir kata, Rusia bisa saja bernasib buruk yaitu runtuh dan pecah seperti Uni-Soviet. Dari politik internasional, jikalau Rusia tetap angkuh dan memperburuk relasinya dengan negara Barat, maka perang dingin ke 2 tidak terelakkan. Sekutu baru Rusia seperti China dan negara kecil lainnya bisa bertarung pada perang dingin baru.

Jika hal ini terjadi, maka akan memperkeruh situasi dunia dan mendukung perkataan Jendral Amerika yaitu perang dunia ke 3 yang dimulai dengan perang AS-china sudah tidak terhindari karena China yang memanfaatkan konflik Rusia-Ukraina sebagai distraksi untuk rencana China menginvasi Taiwan (Binekasri, 2023).

Daftar Pustaka

Armstrong, P. (2023, February 18). What Russia’s economic resilience means for the war in Ukraine. CBC. Retrieved March 28, 2023, from https://www.cbc.ca/news/business/armstrong-russia-ukraine-imf-forecast-economy-1.6752158

Binekasri, R. (2023, March 4). Bukan Rusia, Negara Ini Pemegang Kunci Perang Dunia 3. CNBC Indonesia. Retrieved March 25, 2023, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20230304075046-4-418818/bukan-rusia-negara-ini-pemegang-kunci-perang-dunia-3

Bondarchuk, F. (Director). (2005). The 9th Company [Film].

Coll, S. (2005). Ghost wars. Penguin Publishing Group.

Cursino, M., & McGarvey, E. (2023, March 8). Ukraine denies involvement in Nord Stream pipeline blasts. BBC. Retrieved March 28, 2023, from https://www.bbc.com/news/world-europe-64877979

Dama, A. (2022, March 12). Konvoi Kendaraan Lapis Baja Rusia Disergap Pasukan Ukraina,Tentara Putin Lari Tinggalkan TankHancur – Pos-kupang.com. Pos-kupang. Retrieved March 24, 2023, from https://kupang.tribunnews.com/2022/03/12/konvoi-kendaraan-lapis-baja-rusia-disergap-pasukan-ukrainatentara-putin-lari-tinggalkan-tankhancur?page=2

Fremont-Barnes, G. (2012). The Soviet–Afghan War 1979–89. Bloomsbury USA.
Global Firepower. (n.d.). Defense Budget by Country (2023). Global Firepower. Retrieved March 26, 2023, from https://www.globalfirepower.com/defense-spending-budget.php

Howard, C., Pathak, A., & Djurica, M. (2023, February 22). How Much Aid Has the U.S. Sent Ukraine? Here Are Six Charts. Council on Foreign Relations. Retrieved March 26, 2023, from https://www.cfr.org/article/how-much-aid-has-us-sent-ukraine-here-are-six-charts

Hutapea, R. U. (2022, September 22). Warga Rusia Demo Putin Soal Mobilisasi Militer, 1.300 Orang Ditangkap. detikNews. Retrieved March 28, 2023, from https://news.detik.com/internasional/d-6305507/warga-rusia-demo-putin-soal-mobilisasi-militer-1300-orang-ditangkap

Institute for the Study of War. (2022, February 24). Russia’s invasion of Ukraine in maps — latest updates. Financial Times. Retrieved March 28, 2023, from https://www.ft.com/content/4351d5b0-0888-4b47-9368-6bc4dfbccbf5#1850472

Kriesdinar, M. (2022, March 13). Data Kehancuran Akibat Perang, Menurut Klaim Kedua Pihak Rusia dan Ukraina – Tribunjogja.com. Tribun Jogja. Retrieved March 28, 2023, from https://jogja.tribunnews.com/2022/03/13/data-kehancuran-akibat-perang-menurut-klaim-kedua-pihak-rusia-dan-ukraina

Kurnia, T. (2022, December 22). Rusia Butuh Tentara, Usia Wajib Militer Naik Jadi 30 Tahun. Liputan6.com. Retrieved March 23, 2023, from https://www.liputan6.com/global/read/5160567/rusia-butuh-tentara-usia-wajib-militer-naik-jadi-30-tahun

Mayer, R. C., Davis, J. H., & Schoorman, F. D. (1995, 3 26). An Integrative Model of Organizational Trust. The Academy of Management Review, 20(3), 709-734.
Muhammad, A. (2015). “Selamat Datang Perang Dingin!” Kepentingan Rusia Di Krimea Dan Ukraina Timur Dan Ketegangan Hubungan Dengan Barat. Insignia Journal of International Relations, 2(02), 10.

Nichols, M. (Director). (2007). Charlie Wilson’s War [Film]. Relativity Media.
Ramandhita, A. D. (2023, March 14). Kurang Pasukan, Rusia akan Rekrut 400 Ribu Tentara Profesional dari Daerah. Dunia. Retrieved March 24, 2023, from https://dunia.rmol.id/read/2023/03/14/566887/kurang-pasukan-rusia-akan-rekrut-400-ribu-tentara-profesional-dari-daerah
the Russian General Staff & the Russian General Staff. (2002). The Soviet-Afghan War: How a Superpower Fought and Lost (L. W. Grau & M. A. Gress, Eds.; L. W. Grau & M. A. Gress, Trans.). University Press of Kansas.
World Bank. (2023). Russia GDP – 2022 Data – 2023 Forecast – 1988-2021 Historical – Chart – News. Trading Economics. Retrieved March 24, 2023, from https://tradingeconomics.com/russia/gdp

Wulandhari, R. (2023, January 18). Surplus Neraca Dagang Rusia Capai Rekor Tertinggi pada 2022 | Republika Online. Republika Ekonomi. Retrieved March 28, 2023, from https://ekonomi.republika.co.id/berita/ront0g370/surplus-neraca-dagang-rusia-capai-rekor-tertinggi-pada-2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *