Djibouti-China: Konsep Metageografi Geopolitik dalam Projek Belt & Road Initiative China

Projek Belt & Road Initiative China
Gambar 1 Pemetaan Belt & Road Initiative China, source: Daily News Indonesia.

Djibouti merupakan sebuah negara yang berada di benua Afrika, tepatnya berlokasi di Timur Afrika, bersebelahan dengan Ethiopia dan Somalia. Negara ini menjadi salah satu negara yang memiliki wilayah strategis karena berada tepat di tengah Tanduk Afrika (Horn of Africa) dan di antara Teluk Aden dan Laut Merah.

Secara geografis Djibouti menjadi titik penting perdagangan melalui jalur laut karena letak negara dapat dijadikan sebagai tempat persinggahan sementara bagi kapal-kapal yang berlalu-lalang.

Selain itu, Djibouti juga menjadi tempat pangkalan angkatan laut dari berbagai negara seperti Amerika, Jepang, China, hingga Gugus Tugas Uni Eropa. Terkhusus untuk China, Djibouti menjadi negara transit yang vital bagi perdagangan lautnya.

Mengikuti dari rencana China terkait Belt and Road Initiative melalui jalur air (Maritime Road), Djibouti secara spesifik berada di tengah jalur masuk untuk perdagangan menuju Eropa. Terlebih lagi di perairan dekat Teluk Aden rawan akan perompak dari Somalia.

Maka dari itu, China berinisiatif untuk membuat sebuah pangkalan militer di Djibouti yang ditandatangani bersama Presiden Djibouti Ismail Omar Guelleh dan Presiden China Xi Jinping pada 2016 lalu. Setahun kemudian diberangkatkanlah Angkatan Laut Tentara Pembebasan China (People’s Liberation Army Navy) menuju pangkalan militer yang ada di Djibouti.

Pasukan ini yang kerap hingga sekarang menjaga kapal dagang dari China yang melintasi Teluk Aden menuju Laut Merah hingga ke Terusan Suez. Hal ini tidak luput dimana konsep dari metageografi geopolitik yang berpengaruh dalam penerapan projek Belt and Road Initiative China.

Metageografi geopolitik adalah sebuah studi yang mempelajari suatu tempat baik secara geografis dan persepsi dibalut dengan kepentingan nasional suatu negara.

Dilihat dari perspektif metageografi geopolitik Djibouti, dengan pembangunan pangkalan militer China di negaranya menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi Djibouti. Salah satunya dari aspek keamanan.

Pasca diresmikannya pangkalan militer China di Djibouti pada 2017 lalu, di tahun 2018 indeks terorisme turun menjadi 0.7% dan 3 tahun berturut-turut setelahnya (2019-2021) indeks pembajakan dan terorisme yang terjadi sekitar laut Djibouti turun menjadi 0% (Trading Economics, 2022).

Gambar 2 Index Terorisme di Djibouti 2022, source: Tradingeconomics.com.

Ini membuktikan bahwa pengaruh China terhadap keamanan mampu mengatasi kerisauan para pelaut yang melintasi Tanduk Afrika yang mana seringkali terjadi pembajakan oleh perompak Somalia.

Selain itu, metageografi geopolitik Djibouti mengizinkan beberapa negara selain dari China untuk membentuk pangkalannya juga. Amerika Serikat, Jepang, Prancis, hingga Gugus Tugas Uni Eropa pun turut membuat pangkalan militernya di Djibouti.

Kehadiran beberapa pangkalan militer dari negara-negara adidaya ini menjadikan Djibouti sebagai negara yang dianggap “penting” sebagai penyedia sarana jasa pelabuhan, akses pelayaran hingga distribusi dan aktivitas ekonomi secara global melalui jalur perdagangan laut.

Penulis: Muhammad Destin Alfajrin
Mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *