Film, Opini  

Naga, Film Thriller-Psikedelik dengan Nuansa Khas Timur Tengah

Naga, Film Thriller-Psikedelik dengan Nuansa Khas Timur Tengah
Poster film 'Naga'. Film Saudi sebelumnya diputar di Festival Film Internasional Toronto.

Meshal Aljaser dipuji sebagai sutradara kelahiran Saudi yang menjanjikan berkat visinya yang unik. Ketika bioskop masih dilarang di Saudi, Aljaser telah aktif memposting film-film pendeknya di media sosial dan memperoleh lebih dari 200 juta penayangan, bahkan film pendeknya yang berjudul “Is Sumyati Going to Hell?” dan “Under Concrete”telah hadir di platform streaming yang sangat terkenal yaitu, Netflix.

Kemudian film pendeknya yang berjudul “Arabian Alien” ditayangkan secara premiere di Sundance Film Festival sekaligus memenangkan nominasi film pendek terbaik di Atlanta Film Festival sehingga memenuhi syarat untuk masuk ke dalam nominasi film pendek terbaik dalam Oscar.

Dimulai dengan film-film pendek yang ia buat selama beberapa dekade terakhir dan berpuncak pada film debut yang menakjubkan.

Potret Meshal Aljaser

Ia merupakan sutradara jenius yang ahli dalam memanipulasi semua alat yang dimilikinya untuk menciptakan visual yang sangat memukau, dibantu oleh penampilan yang sangat menyentuh hati dari para aktornya. Karya terobosannya telah menginspirasi beberapa sutradara Saudi lainnya, bahkan juga sutradara senior lainnya.

Film debut terbaru Aljaser, Naga, merupakan film thriller psikedelik yang menceritakan kisah dengan khas Saudi dengan gaya yang mirip dengan film Hollywood. Dibuka dengan kilas balik yang menarik. Kamera berputar ke depan dengan memusingkan. 

Kemudian tiba di ruang bersalin rumah sakit pada pertengahan tahun 1970-an, seorang pria bersenjatakan senapan berjalan menuju ruang bersalin untuk membunuh seorang ibu dan dokter. Sebuah tindakan kekerasan yang mengerikan di tempat yang seharusnya aman.

Aljaser kemudian membawa kita kembali ke masa kini, sekaligus menjajikan kisah yang penuh ketegangan sekaligus unsur komedi.

Aneh dan Menarik

Naga  (bahasa Arab untuk unta), film produksi Netflix yang juga diputar di Red Sea Film Festival, film ini merupakan bukti pertumbuhan Aljaser sebagai sutradara yang sukses.

Film ini diikuti Sarah (Adwaa Bader) saat dia memulai petualangan yang panjang, mengikuti setiap langkahnya dari awal hingga akhir.

Sarah tinggal di bawah kekangan ayahnya, dibatasi oleh jam malam yang ketat pukul 10 malam. Sarah diam-diam menyelinap keluar ke Pasar Owais untuk menemui temannya Saad (Yazeed Almajyul), mereka bertemu di dalam mobil caprice tahun 1980-an, yang berpadu sempurna dengan suasana sekeliling mereka yang kuno, begitu pula penampilan karakternya.

Potongan gambar dari ‘Naga’

Chemistry mereka terlihat sangat nyata sejak adegan pertama. Ada campuran kemarahan yang ringan, suasana hati yang intens, dan dialog spontan, yang diperkuat dengan kontras antara suara dan penampilan mereka.

Sebelum mereka pergi ke pesta di sebuah kamp daerah gurun yang berada di dekat dengan rumah Saad, mereka meminum obat psikedelik yang menjerumuskan mereka ke dalam perjalanan dengan sensasi yang lebih tinggi, di mana setiap pemandangan dan suara bergema di sekitar mereka disebabkan oleh obat psikedelik itu.

Awal Mula Ketegangan

Perjalanan mereka tiba-tiba berubah menjadi perjalanan yang penuh kepanikan, yang ditandai dengan gaya halusinogen film tersebut. Setelah kejar-kejaran mobil yang membuat mereka keluar dari pinggir jalan, membuat perjalanan Sarah dan Saad menjadi semakin aneh dan tidak menyenangkan.

Dari serangan terhadap penjual es krim oleh sekelompok pemuda, hingga serangan unta yang mengerikan, halusinasi mereka meningkat menjadi kegilaan, yang berakhir pada penyergapan polisi.

Di tengah masalah yang sedang mereka hadapi seperti, khayalan yang meresahkan, hitungan mundur menuju jam malam, dan pencarian pengisi daya ponsel, Sarah dan Saad juga harus melarikan diri dari kejaran unta pendendam. Kombinasi peristiwa yang memicu kecemasan ini menjadi rangkaian mimpi buruk yang berirama dan berurutan.

Hitungan waktu mundur muncul di layar sepanjang perjalanan mereka. Meskipun hal ini mungkin dianggap sebagai gangguan terhadap alur film, hal ini merupakan bukti kehebatan Aljaser dalam menggambarkan kekacauan dan dampak psikologisnya.

Aljaser dengan terampil menggunakan elemen teknis, seperti efek suara, untuk menonjolkan genre thriller yang ada di sepanjang film.

Serbuan teror yang menyelimuti adegan saat Sarah bersikeras memberontak untuk menyelamatkan dirinya di setiap kesempatan. Sementara itu, penonton asyik dengan sensasi ketakutan yang mereka alami. Nafasnya yang tersengal-sengal dan suara gema di sekitar Sarah semuanya bersatu padu  untuk menciptakan petualangan yang mendalam dan menegangkan.

Penguasaan Latar Belakang

Apa yang membedakan Naga dari film-film pendek Aljaser sebelumnya dan film Saudi terbaru lainnya adalah kepiawaiannya dalam memanfaatkan kedalaman bidang. Dalam beberapa kesempatan, Aljaser menggunakan gambar latar belakang untuk memperkuat kebingungan penonton mengenai bagaimana adegan tersebut akan terungkap. Beragam kemungkinan hadir sehingga membuat  penonton kebingungan.

Dalam salah satu contoh, Aljaser menggunakan latar diam dengan memperlihatkan pemandangan lahan pertanian di sebelah barat Riyadh kemudian memanjang mengikuti ritme gema misterius hingga membentangkan cakrawala sampai dengan batas terjauhnya.

Keseimbangan yang baik antara ketegangan dan unsur komedi ditambah dengan penggunaan alat sinematik yang cermat (dan gaya pengeditan yang dipicu oleh kekacauan) semakin ditingkatkan oleh penampilan aktor yang memikat.

Sehingga dapat mendorong batas-batas alur cerita, menjadikannya lebih dari sekedar upaya untuk melarikan diri dari ancaman acak. Sebaliknya, dia menyalakan semangat pemberontaknya yang tidak aktif untuk melepaskan diri dari keadaannya.

Meskipun gaya filmnya yang tidak biasa pasti akan membuat sebagian penonton salah paham, Naga  tetap menjadi film thriller horor comedy luar biasa yang sangat mungkin untuk menjadi film Saudi terbaik di tahun 2023.

Kritik Film

Film ini dibuat dengan sangat baik, namun terlihat sangat absurd pada saat yang sama, sehingga dapat menenggelamkan penonton ke dalam aliran emosi, di mana penonton ingin menarik napas, tetapi adegan yang bertempo cepat akan terus menayangkan kejadian baru kepada penonton.

Alasan kenapa saya menyebut film ini absurd bukan karena ceritanya, tapi karena film ini cenderung tidak membiarkan penonton mengambil sebuah informasi dari setiap adegan. Ini adalah film yang tidak memberi penonton cukup waktu untuk berpikir tentang ‘bagaimana’, ‘di mana’, dan ‘apa’, dan malah menciptakan reaksi berantai, di mana setiap peristiwa menjadi lebih intens dari yang sebelumnya.

Penulis: Muhammad Irvan Ghazali
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas Ahmad Dahlan

Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *