Kesulitan Belajar: Mengupas Permasalahan Diskalkulia pada Anak Sekolah Dasar

Diskalkulia pada Anak Sekolah Dasar
Ilustrasi Diskalkulia pada Anak Sekolah Dasar (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Dalam proses pembelajaran di sekolah, seorang guru menemukan berbagai karakteristik siswa yang berbeda-beda. Ada siswa yang bisa menerima pembelajaran dengan mudah dan lancar dan ada juga siswa yang kesulitan untuk menerima pembelajaran di kelas.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar merupakan sesuatu hal yang normal dan wajar. Jika seorang guru belum mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami siswa bisa mengakibatkan sesuatu hal yang dapat menghambat proses belajar dikemudian hari. Apabila hal tersebut benar terjadi maka siswa bisa mengulang kelas secara akademik.

Salah satu bentuk kesulitan belajar yang sering dialami siswa yaitu kesulitan dalam matematika atau yang sering kita kenal dengan diskalkulia.

Diskalkulia adalah kesulitan berhitung yang ditemui oleh peserta didik. Siswa yang mengalami kesulitan diskalkulia perlu mendapat perhatian lebih dari seorang pendidik dan orang tua.

Seorang peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, sangat sulit jika dikatakan mempunyai penyakit diskalkulia. Hal ini disebabkan karena pelajaran matematika adalah suatu pelajaran yang tergolong sulit bagi seorang siswa.

Jika tidak sulit, maka bukan pelajaran matematika namanya. Sehingga diskalkulia yang terjadi pada siswa hampir tidak dikenali. Banyak orang tua yang tidak mengetahui mengenai diskalkulia yang terjadi pada anaknya.

Padahal anak yang mengalamai diskalkulia sangat memperlukan motivasi atau dukungan untuk memperbaiki anak tersebut. Sering kita menjumpai orang tua yang meremehkan anaknya karena kurang mampu untuk memecahkan soal matematika dengan baik dan benar.

Karena orang tua mempercayai bahwa kemampuan anak mereka memang begitu dan tugas seorang guru di sekolah yaitu membantu anak mereka agar paham terhadap pelajaran matematika.

Siswa yang mengalami diskalkulia di sekolah merasa tertekan saat sampai di rumah. Maka dari itu, sosok pendidik harus berupaya untuk membangun kerjasama yang baik dengan siswa tersebut agar meminimalkan diskalkulia yang siswa alami.

Orang tua kurang memahami diskalkulia pada anak dan anak tidak berani untuk memberitahukan hasil belajar matematika kepada orang tuanya. Hal ini disebabkan karena anak tidak mau mendengar cacian dari orang tua karena tidak bisa memecahkan soal matematika dengan baik dan benar.

Agar seorang guru dan orang tua mengetahui bahwa siswa atau anak tersebut mengalami diskalkulia atau tidak, maka ada beberapa karakteristik siswa atau anak yang mengalami diskalkulia yaitu:

  1. Sering menuliskan atau menyebutkan angka dengan terbalik-balik,
  2. Tidak bisa menghitung dengan benar, masih bingung dengan lambang operasi matematika,
  3. Sangat sulit untuk memahami soal cerita, kurangnya penalaran,
  4. Susah untuk mencatat dengan benar dari satu baris buku ke baris selanjutnya, susah dalam melakukan proses kalkulasi dengan urut,
  5. Susah untuk memahami konsep secara abstrak, dan
  6. Merasakan kecemasan secara berlebihan ketika menghadapi soal matematika.

Dengan adanya karakteristik siswa atau anak yang mengalami diskalkulia, maka mudah bagi seorang guru atau orang tua untuk menentukan strategi apa yang digunakan jika seorang siswa atau anak mengalami diskalkulia.

Siswa yang mengalami diskalkulia sebenarnya ingin bergaul dengan teman-temannya, tetapi karena siswa tersebut mudah marah dan mudah merusak kalau sedang kesal maka siswa tersebut dijauhi oleh teman-temannya.

Siswa diskalkulia kebanyakan tidak memiliki teman dan tidak suka berbagi dengan temannya. Hal ini membuat guru tidak suka dan menganggap siswa tersebut bodoh, malas, dan tidak disiplin karena tidak mau mengerjakan tugas.

Pada hakikatnya siswa yang mengalami diskalkulia memiliki harapan agar bisa bergaul dengan teman yang lain, namun teman-temannya keberatan karena siswa tersebut tidak mau mentaati peraturan yang telah dibuat.

Ada begitu banyak hal yang menyebabkan kesulitan belajar matematika atau diskalkulia yakni unsur internal dan eksternal. Unsur internal yaitu unsur yang muncul dari dalam diri peserta didik tersebut.

Unsur internal meliputi unsur keturunan, tingkat intelektual peserta didik, sikap siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, motivasi belajar, dan kesehatan tubuh pada siswa ketika mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

Selain itu, unsur eksternal yaitu unsur yang berasal dari luar diri siswa. Hal ini meliputi metode guru ketika mengajar di kelas membosankan dan konvensional, pemakaian sarana belajar yang kurang baik, dan situasi yang tidak mendukung.

Tugas pendidik dalam memecahkan permasalahan peserta didik yang menghadapi diskalkulia ialah suatu hal yang krusial dalam membentuk karakter peserta didik yang bersifat divergen (berbeda).

Tindakan khusus yang dilakukan oleh guru harus menjadi perhatian yang cukup penting karena hal ini bisa mempengaruhi masa depan siswa tersebut.

Usaha yang dapat diperbuat oleh pendidik guna membantu peserta didik yang menemui diskalkulia yaitu dengan memberikan jam tambahan atau bimbingan belajar secara individu, tambahan belajar secara kelompok, dan tambahan mengerjakan soal remedial jika nilainya kurang maksimal.

Bimbingan yang dilakukan oleh guru bisa dilaksanakan sesudah pulang sekolah. Selain dari guru, pihak wali peserta didik juga berperan krusial dalam mengatasi kesulitan belajar matematika atau diskalkulia. Hal ini disebabkan karena keluarga ialah individu yang paling dekat dengan anak dalam lingkungan keluarga dan orang tua juga mampu memahami karakter pada setiap anak.

Penulis: Fadhilah Rimma Bestari
Mahasiswa PGSD, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *