Kepentingan Nasional Maroko dan Front Polisario dalam Konflik Sahara Barat

Konflik Sahara Barat
Ilustrasi Sahara Barat (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional adalah suatu tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam membuat atau merumuskan kebijakan luar negerinya.

Menurut Hans Morgenthau kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain.

Hans Morgenthau juga melihat konsep kepentingan nasional antara lain:

  1. Perlindungan terhadap identitas fisik, dalam arti mampu mempertahankan integritas teritorialnya.
  2. Perlindungan terhadap identitas politik, dalam arti dapat mempertahankan rezim ekonomi dan politiknya.
  3. Perlindungan terhadap kulturnya, dalam arti mampu mempertahankan linguistik dan sejarahnya.

Dalam kepentingan nasional, terdapat perbedaan yang mendasar yaitu kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial juga kepentingan nasional yang bersifat non-vital atau sekunder.

Kepentingan vital menjelaskan seberapa jauh kepentingan tersebut ada dan dapat digunakan, yang mana keadaan darurat suatu negara sehingga harus segera dipenuhi. 

Sejarah Konflik Sahara Barat

Sahara Barat sebagian besar merupakan wilayah gurun, dan perairannya kaya akan fosfat dan simpanan ikan. Mayoritas penduduk Sahara Barat adalah warga negara Saharawi.

Kawasan tersebut pernah dihuni oleh komunitas Arab nomaden dan merupakan bagian dari Kerajaan Maroko hingga berakhirnya kolonialisme Eropa yang juga berdampak pada kawasan Afrika.

Kekuatan kolonial Eropa seperti Spanyol dan Inggris menandatangani beberapa perjanjian dengan Kerajaan Maroko mengenai pendirian wilayah dan  pos perdagangan Maroko.

Spanyol menguasai bagian barat Kerajaan Maroko, dari wilayah Ouedo Dra hingga Cab Boujdor, dan Spanyol mendirikan pos perdagangan di wilayah ini.

Inggris juga mendirikan pos perdagangan di Maroko dan menandatangani Perjanjian Anglo-Maroko, yang menetapkan bahwa wilayah dari Oued Dora hingga Cab Boujdor adalah milik Maroko dan Prancis.

Dengan perjanjian ini, wilayah Sahara Barat menjadi bagian dari Maroko dan kendali atas Maroko dialihkan ke Perancis Spanyol dan Perancis membagi Maroko menjadi dua wilayah, Spanyol menguasai Sahara Barat dan Perancis menguasai Maroko.

Maroko memperoleh kemerdekaan pada tahun  dan menjadi negara berdaulat pada tahun 1956. Maroko telah meminta Spanyol untuk menyerahkan wilayah Sahara Barat  kepada Maroko, dengan alasan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari Maroko sebelum penjajahan Eropa atas Maroko, dan terlibat dalam perjuangan untuk mendapatkan keutuhan wilayah Sahara Barat.

Pada saat yang sama, masyarakat Sahara Barat mendirikan Front Polisario sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme Spanyol dan dengan tujuan membentuk negara berdaulat baru.

Berdasarkan Perjanjian Angra de Sintra yang ditandatangani antara Maroko dan Spanyol pada tahun 1958, Maroko memperjuangkan integritas wilayah Sahara Barat dan mengandalkan keterlibatan PBB untuk mendukung klaim Maroko di wilayah Sahara Barat.

Front Polisario mendeklarasikan pembentukan Republik Demokratik Arab Sahrawi sebagai tanggapan atas aneksasi Maroko atas wilayah Sahara Barat, yang menyebabkan konflik regional antara Maroko dan Front Polisario.

Tindakan yang dilakukan Front Polisario adalah Gerakan Pembebasan Sahara Barat (separatisme). Aljazair secara tidak langsung terlibat dalam konflik dengan memasok senjata dan pengungsi kepada Front Polisario.

Akhirnya, PBB memprakarsai upaya perdamaian melalui Misi PBB untuk Referendum di Sahara Barat (MINURSO), dan kedua negara menyetujui gencatan senjata pada tahun 1991.

Kepentingan Nasional dalam Konflik Sahara Barat

Analisis konsep kepentingan nasional dalam konflik Sahara Barat melibatkan pertimbangan mengenai bagaimana setiap pihak, khususnya Maroko, merancang dan melindungi kepentingan nasional mereka.

Maroko memandang Sahara Barat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kepentingan nasionalnya, dengan alasan sejarah, kebudayaan, dan keamanan.

Dari segi sejarah, Maroko mengklaim wilayah tersebut setelah penarikan pasukan kolonial Spanyol pada tahun 1975, merinci bahwa Sahara Barat memiliki ikatan historis dengan Maroko. Hal ini dipandang sebagai bagian integral dari warisan sejarah Maroko yang perlu dijaga untuk mempertahankan identitas nasional mereka.

Secara budaya, Maroko menghubungkan Sahara Barat dengan nilai-nilai dan tradisi Maroko yang dianggapnya penting untuk dipertahankan.

Kepentingan ini mencakup elemen etnis dan agama, dengan argumentasi bahwa Sahara Barat memainkan peran dalam warisan Islam Maroko dan bahwa keberlanjutan etnisitas Sahrawi sebagai bagian dari identitas Maroko.

Dari segi keamanan, Maroko melihat kontrol atas Sahara Barat sebagai suatu keharusan untuk menjaga stabilitas dan keamanan nasional.

Terdapat ketakutan bahwa kelompok separatis Polisario, yang berjuang untuk kemerdekaan Sahara Barat, dapat menjadi ancaman terhadap stabilitas wilayah dan kepentingan keamanan nasional Maroko.

Konsep kepentingan nasional dalam konflik Sahara Barat merepresentasikan perjuangan antara keinginan Maroko untuk mempertahankan kedaulatan dan identitas nasionalnya serta tuntutan kelompok separatis yang berjuang untuk otonomi atau kemerdekaan. 

Penulis: Arif Maulana
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Teknologi Yogyakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *