Blind Box dan Perjudian Terselubung

Blind Box
Blind Box. (Foto: planmyjapan.com)

Belakangan ini, blind box telah menjadi fenomena yang tak asing lagi bagi masyarakat. Blind box adalah set mainan berisi miniatur karakter dalam kotak tanpa tahu isi sebenarnya. Blind box menawarkan konsep sederhana, tetapi mampu memikat konsumen membeli sebuah kotak dengan isi yang tidak diketahui sebelumnya. Sensasi kejutan ini menjadi daya tarik tersendiri yang membawa blind box ke puncak popularitas. Di balik popularitas tersebut, ada beberapa dampak yang perlu diwaspadai.

Berdasarkan laporan 360 Market Updates, pasar global blind box untuk dekorasi telah mencapai nilai USD 6,801 juta pada tahun 2023 dan diproyeksikan akan tumbuh hingga USD 9,847,7 juta pada tahun 2030 dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 5,5% selama periode 2024-2030. Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa blind box bukanlah tren sementara, melainkan gejala konsumtif yang tengah mengakar di masyarakat. Data juga menunjukkan bahwa 85% peminat blind box berusia antara 10 hingga 20 tahun, memperlihatkan bahwa produk ini populer di kalangan generasi muda yang tertarik pada mainan dan produk koleksi.

Blind box memanfaatkan psikologi manusia dengan mekanisme yang mirip perjudian sehingga konsumen terdorong untuk terus membeli demi mendapatkan item yang diinginkan. Menurut Mark Griffiths, seorang peneliti di International Gaming Unit Inggris, sesuatu dapat dikategorikan sebagai perjudian jika hasil akhirnya baik seluruh atau sebagian bergantung pada keberuntungan. Sensasi membuka blind box memicu sistem reward pada otak dengan melepaskan dopamin, menciptakan perasaan senang yang mendorong seseorang untuk mengulanginya, sehingga menimbulkan sifat adiktif.

Dr. Luke Clark dari Departemen Psikologi University of British Columbia juga menjelaskan adanya fenomena gambler’s fallacy, yaitu keyakinan bahwa semakin banyak percobaan yang gagal akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan pada percobaan berikutnya dan semakin memperkuat dorongan konsumen untuk terus membeli.

Pembelian blind box juga berpotensi menimbulkan risiko keuangan, terutama di kalangan remaja yang belum memiliki kemampuan pengelolaan finansial yang baik. Gen Z yang dikenal menyukai pengalaman unik dan keterlibatan mendalam dengan merek menjadi salah satu pendorong utama tren ini.

Pemasaran blind box memenuhi keinginan mereka akan sensasi dan momen yang layak dibagikan di media sosial. Menurut laporan McKinsey, 60% konsumen Gen Z menikmati menemukan produk baru yang mencerminkan selera pribadi mereka. Sementara laporan Accenture menunjukkan bahwa 40% dari mereka lebih memilih pengalaman belanja yang interaktif dan menyenangkan.

Selain itu, sensasi acak dan antisipasi dalam pembelian blind box memanfaatkan rasa petualangan serta fear of missing out (FOMO) yang kuat pada generasi ini. Tidak mengherankan, laporan Statista memproyeksikan pasar global blind box tumbuh sebesar 10,5% per tahun dengan nilai pasar mencapai $1,5 miliar pada 2027 didorong oleh konsumen muda yang termotivasi oleh faktor kejutan dan komunitas yang terbentuk dari pengalaman berbagi unboxing di media sosial, seperti TikTok dan Instagram.

Fenomena tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap blind box memang menarik perhatian. Namun, dominasi produk impor terutama dari Tiongkok membawa dampak kurang baik bagi perekonomian dalam negeri. Meskipun blind box memiliki banyak pembeli, tingginya angka impor tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pemasukan ekonomi Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan produk impor dari Tiongkok mendominasi nilai impor nonmigas Indonesia hingga 35,20% pada Juni 2024. Hal ini menekan industri lokal yang mengalami penurunan permintaan berujung pada pengurangan lapangan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 44.195 pekerja PHK hingga pertengahan Agustus 2024, meningkat sekitar 2.000 orang dari Juli.

Melalui kesadaran akan aspek negatif dan potensi risiko dari fenomena blind box, kita dapat mengantisipasi pengambilan keputusan yang lebih bijaksana dan terhindar dari perilaku konsumtif dan impulsif yang merugikan. Selain itu, pemerintah dapat melakukan pengawasan

yang lebih ketat terhadap regulasi pemasaran blind box, memastikan transparansi, dan melindungi konsumen dari praktik yang merugikan. Jika minat terhadap blind box diarahkan pada produk lokal, maka akan meningkatkan angka produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih signifikan.

Penulis:
1. Alexandra Isabela Boentaran
2. Kaithleen Ferny Tjandera
3. Sabrina Tiffany Go

Siswa SMA Santa Ursula Jakarta

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *