Beberapa hari belakangan ini media online maupun televisi nasional diramaikan dengan berita ratusan siswa di Ponorogo (Jawa Timur) yang meminta dispensasi nikah dini.
Alasan mereka meminta dispensasi nikah karena pelajar yang masih berusia remaja atau masih usia sekolah SMP hingga SMA mengalami kehamilan. Diskursus ini tentu sangat mengejutkan dan memperihatikan kondisi pelajari.
Hemat saya, diskursus ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: yang pertama, perkembangan zaman.
Tidak bisa dipungkiri perkembangan zaman yang begitu pesat, berpengaruh bagi kelangsungan hidup masyarakat era sekarang ini.
Masyarakat khususnya yang masih usia belajar, dalam kegiatan belajar setiap hari dipermudahkan oleh berbagai teknologi yang semakin maju. Tetapi kemajuan teknologi ini salah dimanfaatkan oleh para remaja sekarang ini.
Kenapa dikatakan salah manfaat? Karena; yang pertama Dengan kemajuan teknologi yang ada, pelajar malah menumbuhkan sikap instan dan berakarnya ketergantungan para pelajar terhadap teknologi dalam menyelesaikan tugas sekolah yang diberikan Bapak/Ibu Guru.
Pelajar dengan mudah mengonsumsi hal-hal negatif yang mempengaruhi pikiran sehingga dengan mudah melakukan tindakan tindakan yang bertolakbelakang den norma, kebiasaan atau aturan yang berlaku di masyarakat.
Yang kedua, kondisi pelajar yang menginjak usia remaja. Kita ketahui usia remaja ialah usia dimana rasa penasaran terhadap sesuatu yang baru tinggi.
Sering kali juga pada saat usia remaja cenderung berani mengambil resiko atas apa yang dilakukannya, tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu.
Apabila dalam mengambil keputusan, saat menghadapi sesuatu tidak kritis, tentu sangat mudah terjerumus kedalam perilaku berisiko dan harus bisa menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam masalah fisik dan psikologis.
Dilihat dari hal ini, rasa penasaran pelajar belum bisa dikondisikan dan sangat susah dikontrol karena pada saat remaja belum mengerti sangat susah membedakan mana perilaku yang harus diikuti atau dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, terjerumus kedalam pergaulan bebas. Pergaulan perlu dibatasi dan dikontrol kerena dengan pergaulan juga bisa berpotensi melakukan praktik-praktik negatif.
Sering kali bebas itu disebabkan oleh tingkat pendidikan dalam keluarga yang sangat minim, keadaan keluarga yang tidak stabil, kurang berhati-hati dalam berteman dan kurangnya kesadaran dalam diri para pelajar. Dalam hal ini juga sangat dibutuhkan penaman wawasan agama dalam diri para pelajar.
Di era sekarang ini, praktik pernikahan dini telah menjadi yang mengglobal dan bahkan setiap hari praktik ini terjadi dikalangan masyarakat. Dalam hal ini sangat diperlukan kesadaran dari berbagai sektor, mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah dapat mengubah kasus pernikahan dini dan mengerti praktik negatif ini.
Oleh karena itu, sangat diperlukan sikap kritis untuk mencegah terjadinya praktik negatif yang berkelanjutan.
Sikap kritis ini diantaranya harus mengadakan sosialisasi tentang seks, meningkatkan peran pemerintah, dan mendorong terciptanya kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat. Dengan beberapa sikap kritis ini diharapkan bisa meluruskan cara pandang para pelajar, sehingga tidak terjadi lagi praktik pernikahan dini di kehidupan yang akan datang.
Penulis: Fransiskus E. A Cunai
Siswa Jurusan IPS, SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo