Daya tahan optimal seorang atlet futsal ditentukan oleh seberapa baik atlet tersebut memahami konsep pola makan seimbang dan status gizi.
Salah satu faktor yang berperan penting dalam meningkatkan daya tahan tubuh atlet adalah dengan berpegang pada prinsip keanekaragaman pangan dan menjaga komposisi tubuh normal, baik jenis maupun jumlahnya, sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Futsal tidak hanya sekedar kekuatan fisik, pemahaman mendalam tentang kebugaran dan penguasaan keterampilan teknis juga penting sebagai faktor penting untuk mencapai performa optimal dalam dunia futsal.
Berdasarkan penelitian Sabrina (2021), dari 30 atlet yang disurvei, 5 atlet (17%) mempunyai pengetahuan baik tentang gizi seimbang, sedangkan 21 atlet (7%) mempunyai pengetahuan cukup baik dan 4 atlet (13%) mempunyai pengetahuan kurang.
Sedangkan data status gizi atlet menunjukkan bahwa dari sampel 30 atlet, terdapat 5 atlet (17%) dengan berat badan kurang, 18 atlet (60%) dengan berat badan normal, dan 7 atlet (23%) dengan berat badan berlebih.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola makan seimbang yang dipahami dengan baik dan menjaga berat badan ideal dapat memberikan kontribusi positif terhadap daya tahan seorang atlet.
Atlet diharapkan mempunyai pengetahuan yang cukup dan status gizi yang optimal, karena hal ini akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap daya tahan tubuh. Pengetahuan yang benar dan berat badan ideal dikatakan berdampak positif terhadap daya tahan tubuh seorang atlet.
Mengelola asupan makanan para atlet, dengan penekanan pada mencapai keseimbangan gizi yang optimal, menjadi elemen yang sangat vital, terutama dalam mendukung pemeliharaan stamina serta peningkatan kinerja atlet futsal.
Pangan yang dikonsumsi oleh para atlet harus mencakup semua komponen gizi yang esensial untuk menjaga kesehatan, menjaga stamina, dan meningkatkan prestasi mereka. Nutrisi ini juga perlu diatur dengan proporsi yang tepat untuk setiap zat gizi yang berperan dalam menghasilkan energi.
Pentingnya pengelolaan pola makan atlet diperkuat oleh kontribusi signifikan masing-masing zat gizi terhadap kesejahteraan tubuh secara keseluruhan, terutama dalam konteks aktivitas olahraga.
Kebutuhan gizi yang dimiliki oleh atlet memiliki perbedaan yang mencolok jika dibandingkan dengan individu yang tidak aktif fisik atau tidak terlibat dalam kegiatan olahraga, yang disebabkan oleh perbedaan tingkat aktivitas fisik dan kondisi psikologis yang dialami.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspaningrum (2019), data mengenai pengaturan makan atlet menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami defisit energi, di mana 24 responden dari total 42 (56%) memiliki asupan energi yang kurang dari kebutuhan tubuh mereka, sementara tidak ada responden yang memiliki asupan energi berlebih.
Adapun asupan protein, sebanyak 25 responden (50%) memenuhi kebutuhan dengan baik, sedangkan tidak ada responden yang memiliki asupan protein berlebih. Demikian pula, sebanyak 22 responden (44%) memiliki asupan lemak yang memadai, tanpa adanya yang mengonsumsi lemak dalam jumlah berlebih.
Namun, setengah dari responden mengalami defisit asupan karbohidrat, dengan 25 responden (50%) memiliki asupan kurang dari yang diperlukan, dan tidak ada yang mengonsumsi karbohidrat secara berlebihan.
Dengan demikian, menjadi sangat krusial bagi atlet untuk memperhatikan dengan seksama asupan gizi mereka guna mencapai keseimbangan yang optimal.
Hal ini tidak hanya penting untuk menjaga stamina dan kesehatan, tetapi juga mendukung pencapaian prestasi atlet dalam kompetisi-kompetisi futsal dan kegiatan olahraga lainnya.
Nutrisi yang optimal memainkan peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan dan performa atlet futsal, sebuah aspek yang tak bisa diabaikan. Kondisi gizi seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, melainkan juga oleh kebiasaan makan pribadi yang bersangkutan.
Pola makan seseorang ternyata memiliki dampak yang signifikan dalam memelihara dan meningkatkan tingkat kebugaran serta kesehatan secara menyeluruh. Dalam menilai status gizi, terdapat berbagai kategori, mulai dari “buruk” hingga “baik”, yang menjadi indikator penting bagi kesehatan seseorang.
Penelitian sebelumnya telah secara cermat menyelidiki faktor-faktor risiko terkait kekurangan atau kelebihan gizi pada atlet remaja, menjelaskan bahwa ketidakseimbangan nutrisi dapat menjadi persoalan serius.
Kementerian Kesehatan RI (2019) telah mengidentifikasi kategori ambang batas indeks massa tubuh (IMT) di Indonesia, termasuk dalamnya adalah kondisi gizi buruk (wasting) yang terjadi pada tingkat berat badan 27,0.
Dalam konteks ini, penelitian yang dilakukan oleh Nidayanti (2019) dengan memanfaatkan data status gizi 7 atlet menemukan bahwa 14% dari mereka memiliki status gizi baik, sementara 72% memiliki status gizi yang cukup baik, dan 14% mengalami status gizi kurang.
Temuan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada atlet.
Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang pentingnya nutrisi dan kebugaran dalam dunia olahraga menjadi salah satu kunci utama dalam mencapai performa atlet yang optimal.
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Remaja
Nutrisi yang dikelola dengan baik tidak hanya berdampak positif terhadap daya tahan tubuh atlet, tetapi juga memberikan kepastian bahwa berat badan ideal tetap terjaga, menggambarkan peran penting pemeliharaan status gizi dalam mencapai keseimbangan kesehatan dan kebugaran yang diinginkan.
Pentingnya memperhatikan durasi tidur bagi atlet tidak dapat diabaikan, karena tidur memainkan peran krusial dalam mendukung stamina mereka.
Saat tidur, tubuh dan pikiran menjalani proses pemulihan, dengan menurunnya kesadaran sebagian atau seluruhnya dan penghentian fungsi tubuh untuk memberikan kesempatan istirahat yang diperlukan. Durasi tidur yang dianggap optimal untuk atlet adalah 7-8 jam.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdillah & Ashadi (2018), dari 30 atlet yang menjadi subjek penelitian, sekitar 43% di antaranya tidur kurang dari 6 jam, 47% tidur selama 7-8 jam, dan 10% tidur lebih dari 9 jam.
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar atlet memahami pentingnya tidur yang cukup, namun masih ada sebagian yang belum memenuhi standar durasi tidur yang direkomendasikan.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa atlet perlu memperhatikan dan meningkatkan durasi tidur mereka agar dapat mengistirahatkan tubuh dan pikiran secara optimal.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kinerja atlet dalam olahraga, tetapi juga berhubungan erat dengan kesehatan dan stamina mereka. Oleh karena itu, upaya untuk memastikan durasi tidur yang memadai perlu dijadikan prioritas bagi para atlet guna mendukung performa dan kesejahteraan mereka.
Daya tahan aerobik, yang juga dikenal sebagai ketahanan cardiorespiratory, diukur melalui volume oksigen yang dapat dihirup oleh seseorang selama aktivitas maksimal, atau yang disebut sebagai VO2Max, yang pada dasarnya menjadi tolok ukur stamina seorang atlet.
Pentingnya kemampuan dan kapasitas tubuh untuk menyerap oksigen selama latihan sangatlah krusial, dengan mempertimbangkan variabel seperti intensitas, frekuensi, dan durasi latihan guna mendukung pembangunan stamina atlet, yang dapat diukur melalui besarnya VO2Max. Kelemahan stamina dan ketahanan tubuh masih merupakan tantangan utama dalam dunia olahraga.
Menurut penelitian oleh Nurhidayat, Triadi, & Fathurrahman (2020), 17% dari atlet termasuk dalam kategori baik dengan rata-rata VO2Max sebesar 45,2-45,1, sementara 50% termasuk dalam kategori cukup dengan rata-rata VO2Max antara 38,4-45,1, dan 33% dari atlet memiliki tingkat oksigen yang kurang dengan rata-rata VO2Max antara 35,0-38,3.
Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat mendorong atlet untuk meningkatkan kapasitas VO2Max mereka, sehingga dapat meningkatkan stamina secara optimal.
Penulis: Anas Tasya Ardea Zerlind
Mahasiswa Ilmu Gizi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi