Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan bagian penting dari agenda reformasi hukum nasional.
Setelah lebih dari empat dekade menggunakan KUHAP lama, lahirnya KUHAP baru mencerminkan kebutuhan akan sistem hukum acara pidana yang lebih responsif terhadap perkembangan masyarakat, teknologi, serta tuntutan perlindungan hak asasi manusia.
Dalam konteks negara hukum, pembaruan ini tidak hanya menyangkut perubahan norma prosedural, tetapi juga menyentuh substansi keadilan dalam proses peradilan pidana.
Lahirnya KUHAP baru merupakan bagian dari upaya negara dalam mewujudkan komitmen Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Artinya, sebagai negara hukum, seluruh tindakan penegakan hukum harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Sehingga adanya pembaruan hukum acara pidana ini tidak hanya dimaknai sebagai perubahan prosedural, tetapi juga sebagai upaya konstitusional untuk menjamin perlindungan hak warga negara dalam proses peradilan pidana.
KUHAP lama selama ini kerap dinilai belum sepenuhnya mampu menjamin keseimbangan antara kepentingan penegakan hukum dan perlindungan hak warga negara.
Baca Juga: Sekilas Perbandingan Firma Hukum (Law Firm) Luar Negeri dengan Indonesia
Dalam praktik, masih ditemukan berbagai permasalahan, seperti penggunaan upaya paksa yang berlebihan, keterbatasan akses terhadap bantuan hukum sejak tahap awal, serta lemahnya mekanisme pengawasan terhadap tindakan aparat penegak hukum.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa hukum acara pidana tidak dapat dilepaskan dari dimensi hak asasi manusia.
KUHAP baru secara resmi telah tiba dengan semangat memperkuat prinsip due process of law sebagai dasar dalam sistem peradilan pidana.
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap individu yang berhubungan dengan hukum berhak mendapatkan perlakuan yang adil dari awal proses pidana.
Penguatan regulasi mengenai hak-hak tersangka, mekanisme pengaturan kontrol terhadap tindakan penegakan hukum, dan pembatasan penggunaan alat pengaman adalah indikator penting dari upaya renovasi yang dilakukan.
Selain itu, KUHAP baru juga diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas aparat penegak hukum.
Kejelasan norma hukum acara pidana menjadi syarat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
Baca Juga: Hukum Perdata
Dalam perspektif akademis, kepastian hukum tidak hanya tercapai melalui keberadaan aturan tertulis, tetapi juga melalui konsistensi penerapan hukum oleh aparat yang berwenang.
Menurut pandangan penulis sebagai mahasiswa hukum, KUHAP baru merupakan ruang refleksi sekaligus tantangan akademis.
Hal ini karena KUHAP menuntut kajian kritis yang berkelanjutan, baik terhadap substansi norma maupun praktik penerapannya.
Sehingga diperlukan peran akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sipil dalam mengawal penerapan KUHAP baru agar tetap sejalan dengan nilai-nilai konstitusional dan prinsip negara hukum.
Namun kita tahu bahwa perubahan norma hukum tidak serta-merta menjamin perubahan praktik di lapangan.
Tantangan utama dari penerapan KUHAP baru terletak pada aspek penerapan dan budaya hukumnya.
Tanpa adanya komitmen yang kuat dari seluruh aparat penegak hukum, pembaruan KUHAP berpotensi hanya menjadi perubahan formal tanpa dampak nyata terhadap kualitas keadilan pidana.
Oleh karena itu, reformasi hukum acara pidana harus diiringi dengan reformasi institusional dan peningkatan integritas aparat penegak hukum.
Baca Juga: Dasar-dasar Hukum Perdata
Selain itu, KUHAP baru juga harus mampu merespons tantangan penegakan hukum di era digital.
Perkembangan kejahatan berbasis teknologi informasi menuntut hukum acara pidana yang adaptif, terutama dalam pengaturan alat bukti elektronik dan prosedur penyidikan.
Keseimbangan antara efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia menjadi isu sentral dalam pembaruan hukum acara pidana.
Di era digital, tantangan penegakan hukum juga semakin kompleks. Kejahatan siber, penggunaan alat bukti elektronik, dan pengawasan berbasis teknologi menuntut hukum acara pidana yang adaptif.
KUHAP baru diharapkan mampu menjawab tantangan ini tanpa mengabaikan prinsip perlindungan privasi dan hak atas kebebasan individu.
Jika tidak dirancang secara hati-hati, penggunaan teknologi justru dapat memperluas praktik pengawasan berlebihan oleh negara.
Wajah baru peradilan pidana Indonesia tidak hanya ditentukan oleh pembaruan regulasi, tetapi juga oleh perubahan paradigma dalam memandang hukum dan keadilan.
Hukum acara pidana yang seharusnya dipahami sebagai sarana untuk melindungi masyarakat, bukan sekadar alat untuk menghukum.
Baca Juga: Mengenal Perbedaan Visa dan Paspor secara Lengkap
Maka keberadaan KUHAP baru harus mampu mendorong terciptanya peradilan pidana yang berkeadilan, humanis, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Maka peran masyarakat sipil dan media menjadi sangat penting. Pengawasan publik terhadap penerapan KUHAP baru merupakan bagian dari upaya menjaga agar tujuan reformasi hukum tidak menyimpang.
Keadilan pidana tidak boleh menjadi monopoli negara, melainkan harus menjadi ruang bersama yang menjamin perlindungan hak setiap warga negara.
Pada akhirnya, KUHAP baru merupakan peluang besar untuk membenahi wajah peradilan pidana Indonesia.
Lahirnya KUHAP baru membawa harapan akan sistem hukum yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada nilai-nilai hak asasi manusia.
Namun, harapan tersebut hanya akan terwujud apabila pembaruan norma diikuti dengan perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam penegakan hukum.
KUHAP baru bukan akhir dari reformasi, melainkan awal dari ujian reformasi hukum yang sesungguhnya.
Masa depan keadilan pidana Indonesia akan sangat ditentukan oleh sejauh mana hukum acara pidana yang baru ini benar-benar dijalankan demi keadilan, bukan sekadar kepastian formal.
Keberadaan KUHAP baru juga perlu dibaca dalam konteks relasi kekuasaan dalam sistem peradilan pidana.
Hukum acara pidana pada dasarnya mengatur bagaimana negara menggunakan kewenangannya untuk membatasi hak individu.
Baca Juga: Jenis-Jenis Dinamo: Fungsi, Manfaat, dan Rekomendasi Produk Terbaik
Oleh karena itu, setiap perluasan kewenangan aparat penegak hukum harus diimbangi dengan mekanisme kontrol yang efektif.
Tanpa pengawasan yang memadai, pembaruan hukum acara pidana justru berpotensi memperkuat dominasi negara atas warga negara.
Dalam praktiknya, peradilan pidana tidak jarang bersumber pada ketimpangan akses terhadap keadilan.
KUHAP baru seharusnya tidak hanya mengatur prosedur formal, tetapi juga menjamin akses yang setara bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelompok rentan.
Hak atas bantuan hukum yang efektif, transparansi proses pemeriksaan, serta partisipasi korban dalam proses peradilan merupakan aspek penting yang menentukan kualitas keadilan pidana.
Selain itu, KUHAP baru perlu ditempatkan dalam kerangka pembangunan hukum yang berkelanjutan.
Reformasi hukum acara pidana tidak boleh berhenti pada satu produk legislasi, melainkan harus terus dievaluasi seiring dengan perkembangan masyarakat.
Dalam hal ini, mekanisme evaluasi dan revisi menjadi penting agar KUHAP baru tidak kembali mengalami stagnasi sebagaimana yang terjadi pada KUHAP lama.
Penulis: Ratih Trisiana
Mahasiswa Magister Hukum, Universitas Negeri Surabaya
Dosen Pengampu: Dr. Aditya Wiguna Sanjaya, S.H., M.H.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi












