Desa Kembangkuning, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali merupakan sebuah desa di lereng Gunung Merbabu, Provinsi Jawa Tengah. Desa dimana masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan kerajinan alumunium seperti dandang, wajan, dan panci.
Keindahan dan kesejukan yang dimiliki desa ini seakan membuat kita lupa bahwa Desa Kembangkuning memiliki situs bersejarah yang dinamakan Watu Lumpang. Sayangnya aset sejarah ini terletak di tempat yang jarang dibersihkan dan kurang terawat.
Watu Lumpang adalah sebuah alat berbahan dasar batu yang dulunya digunakan untuk membuat pusaka atau bisa disebut besalen, proses dimana senjata akan ditempa kemudian dimasukkan ke dalam Watu Lumpang yang berisikan air.
Adapun narasumber yang menyatakan bahwa Watu Lumpang saat itu difungsikan untuk menumbuk padi atau hanya sebatas biji-bijian saat musim panen. Melihat kurangnya informasi yang ada, muncul harapan agar arkeolog atau ahli sejarah bisa berkunjung sekaligus menguak dan mengkaji apa sebenarnya peran benda bersejarah tersebut di masa lalu.
Terdiri atas 9 kotak batu lubang dan 6 batu lesung yang tertata rapi, ternyata dulunya benda bersejarah ini ditemukan dalam keadaan tersebar.
Untuk menghindari keberadaannya yang hilang, satu persatu dari batu itu dikumpulkan oleh masyarakat sekitar dan ditata sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh dinikmati oleh para pengunjung sampai sekarang.
Diyakini bahwa Watu Lumpang adalah peninggalan nenek moyang sebelum Agama Islam datang ke Desa Kembangkuning. Ada juga yang menambahkan bahwa keberadaan batu-batu itu sudah ada sejak pada zaman Kerajaan Mataram Hindu. Namun sangat disayangkan, hal tersebut masih belum terkonfirmasi walaupun Situs Watu Lumpang sendiri sudah masuk ke dalam kategori Situs Warisan Budaya Daerah.
Sampai sekarang, situs di Desa Kembangkuning ini masih jarang dikunjungi bahkan oleh masyarakatnya. Karena menurut sumber, tempat ini dianggap sakral oleh warga lokal dan dijadikan sebuah tempat ritual untuk ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri saat mulai masa panen.
Keadaan Situs Watu Lumpang yang kurang dirawat terkadang seakan memberikan atmosfer masa lalu yang kental kepada pengunjung. Walaupun begitu, sangat diharapkan Situs Watu Lumpang mengalami peningkatan perawatan dan terus dijaga sehingga tidak hilang keberadaannya.
Penulis: Fitriana
Mahasiswa Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News