Penyebaran penyakit menular seksual menjadi isu yang sedang hangat diperbincangkan. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang menular melalui hubungan seksual. Penyakit ini sering dialami oleh pasangan pra menikah, terlebih khusus remaja.
Hal ini dikarenakan remaja memasuki masa pubertas, masa pubertas inilah menjadi masa dimana remaja mencari jati diri dan arti gaya hidup. Pada masa ini pula remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sehingga remaja cenderung untuk menunjukkan ketertarikan pada aktivitas seksual.
Remaja dan dewasa muda usia (15-24 tahun) hanya merupakan 25% dari keseluruhan populasi yang aktif berhubungan seksual namun mewakili hampir 50% kasus PMS (Penyakit Menular Seksual).
Penyakit menular seksual ini tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain. Upaya pemberantasan PMS di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1951 dan pada waktu itu lebih dititik beratkan pada sifilis dan gonore.
Di tengah arus globalisasi sekarang ini penyebaran informasi mengenai PMS (Penyakit Menular Seksual) telah sampai ke pelosok-pelosok sehingga masyarakat mempunyai respon yang berbada terkait penyebaran penyakit menular ini.
Di tengah arus globalisasi remaja menjadi labil dan bingung karena remaja masih belum mengetahui sepenuhnya tentang perkembangan tubuhnya sendiri. Sehingga remaja rentan mencari tahu mengenai Pendidikan seks yang menyimpang dari norma atau aturan yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa di tengah perkembangan arus globalisasi remaja semakin mudah menerima informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki semakin banyak.
Akan tetapi, masih banyak remaja yang tidak mampu mefilterisasi mana yang tidak layak diterapkan dan mana yang layak diterapkan di kehidupan sehari-hari. Sehingga, Secara langsung ataupun tidak langsung banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan oleh arus globalisasi terhadap psikologi remana.
Penyebaran penyakit menular seksual di tengah arus globalisasi dibawah oleh arus komunikasi dan informasi yang mengalir deras dengan berbagai tawaran yang menantang.
Majalah, buku, film pornografi, internet menjadi acuan utama informasi bagi remaja. Saat ini para remaja banyak yang berasumsi bahwa dengan pernah melakukan hubungan seks, dianggap ‘Gaul’, berani, hebat, dsb.
Ini tentu sebuah konsep menyesatkan yang perlu diluruskan kembali pada jalur koridor yang benar. Jika informasi kesehatan reproduksi tidak diberikan secara tepat akan berdampak merugikan bagi remaja itu sendiri.
Media massa elektronik dan media cetak memegang peranan yang tidak kecil dalam hal penyampaian informasi di tengah arus globalisasi, baik informasi yang menguntungkan maupun informasi yang merugikan/menyesatkan berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual, penyebaran dan penanggulangannya. Dalam arus globalisasi seperti saat sekarang, penyebaran informasi dapat dengan cepat diketahui oleh semua masyarakat khususnya remaja.
Fakta mengatakan bahwa remaja belum mampu menerima dan menghadapi adanya globalisasi. Perlu disadari bahwa psikologi remaja memang masih begitu labil untuk bisa menerima globalisasi secara dewasa.
Remaja sangat butuh bimbingan dan partisipasi dari orang tua. Dunia pendidikan dalam hal ini harus terus berperan aktif memberikan pendidikan serta pengajaran terhadap para siswa-nya terkait dampak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya globalisasi ini.
Siswa dan para remaja diberikan pemahaman agar tidak lagi terjebak pada arus negatif globalisasi semacam seks bebas, pergaulan bebas, dan sebagainya. Karena itu hanyalah kenikmatan yang sesaat dan bisa membawa derita seumur hidup.
Penulis: Chrispiani Cindy Koa
Siswa Jurusan IPS SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo