Zaman sekarang kerajinan telah mengalami pengaruh modernisasi dan mengikuti perkembangan yang ada, salah satunya adalah gerabah. Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian dibakar untuk dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan.
Gerabah saat ini mengalami tantangan yang berat dengan banyaknya saingan perkakas dan peralatan rumah tangga dengan hadirnya bahan baku plastik yang lebih ringan, mudah dibentuk, dan yang pasti biayanya rendah. Para pengerajin harus memiliki inovasi yang lebih lagi agar gerabah dapat tetap eksis dan bersaing dengan barang-barang berbahan plastik.
Kampung gerabah yang berada di Dusun Precet, Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar merupakan salah satu penghasil gerabah terbesar yang ada di Blitar dan telah berdiri lebih dari 10 tahun, sehingga dari masa kemasa mengalami banyak tantangan serta pergeseran.
Inovasi dari ide-ide kreatif penggiat kerajinan ini tiada hentinya berkembang dan akhirnya tetap mampu bertahan hingga saat ini.
Tercetusnya Kampung Gerabah berawal dari Bapak Sumadi (perintis pembuatan gerabah di Dusun Precet) yang sejak tahun 1995 sudah membuat gerabah untuk kebutuhan rumah tangga dan juga hiasan, dan pada sekitar tahun 2014 Muhammad Burhanudin (pendiri sekaligus manajer Kampung Gerabah) yang mewakili Pemuda Pelopor Kabupaten Blitar hingga ketingkat nasional mendapatkan juara 1 dengan mengangkat mengenai Kampung Gerabah ini, akhirnya pada tahun itu juga Kampung Gerabah resmi menjadi wisata edukasi.
Meskipun kini Kampung Gerabah lebih dikenal sebagai wisata edukasi, dari sisi produksinya pun juga sangat pesat. Kampung Gerabah perharinya dapat memproduksi hingga 100 buah gerabah dan perbulannya bisa mencapai hingga 5000 buah.
Produksi berskala besar juga berdampak pada bahan baku yang melimpah ruah. Bahan baku yang dipakai merupakan tanah liat khusus yang memiliki tekstur lentur dan mudah untuk dibentuk sesuai dengan keinginan pengrajin.
Pada kawasan Kademangan bahan dasar pembuatan gerabah sangat mudah untuk dijumpai, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Selain memproduksi gerabah, disana juga membuat bebarapa kerajinan berbahan dasar keramik.
Hingga saat ini permintaan pasar mengenai gerabah cukup besar mulai dari pengiriman dalam negeri maupun manca negara. Permintaaanya pun juga beragam muali dari souvenir patung-patung kecil hingga guci yang berukuran sampai 2 meter pun ada.
Pada tahun 2008 industri gerabah sempat tergeser dengan barang-barang yang berbahan plastik, aluminium, dsb. Namun lama kelamaan konsumen menyadari bahwa barang yang berbahan gerabah lebih aman dan ramah lingkungan.
Pada beberapa kasus penelitian tertentu pot yang terbuat dari tanah liat berfungsi untuk meneruskan kelembaban dan udara dapat menembus sisi pot, juga pada alat dapur yang berbahan tanah liat justru memiliki cita rasa yang khas, ramah terhadap lingkungan, lebih ekonomis, dan sebagai pelestarian dari nenek moyang kita.
Ketahanan pada gerabah juga terbukti lebih unggul daripada bahan plastik, bahan plastik tidak dapat bertahan pada beberapa cuaca serta sinar matahari yang terus-terusan akan menurunkan kualitas plastik sehingga mudak rapuh, sedangkan pada bahan tanah liat lebih tahan terhadap cuaca.
Adanya Kampung Gerabah ini menjadikan sarana untuk melestarikan warisan dari nenek moyang. Menurut Pak Burhan, wisata edukasi seperti ini perlu dikembangkan agar generasi muda dapat mengetahui dan menikmati kekayaan serta kreativitas dari warisan yang sudah turun temurun.
Meskipun sempat tergeser beberapa saat, gerabah juga masih terbukti lebih baik dari peralatan dan benda-benda yang berbahan plastik serta juga lebih aman untuk lingkungan.
Penulis: Ridho Wahyu Aldis
Mahasiswa Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News