Generasi Z sering dijuluki sebagai digital native, namun mahir mengoperasikan teknologi bukan jaminan kebal terhadap informasi palsu. Di tengah pusaran algoritma, nalar sering kali kalah cepat oleh gerakan jempol.
Artikel ini mengeksplorasi strategi penguatan nalar generasi muda, sekaligus disusun untuk memenuhi tugas Drs. Widiyatmo Ekoputro, M.A. dosen pengampu mata kuliah Logic and Critical Thinking.
Paradoks si “Paling Digital”
Masalah utama yang menghantui Gen Z adalah banjir disinformasi yang dikemas secara estetik di platform seperti TikTok dan X.
Meskipun lincah menggunakan fitur canggih, banyak individu masih terjebak pada narasi emosional yang manipulatif.
Masalah ini terjadi di setiap sudut ruang siber; informasi palsu menyebar lebih cepat daripada fakta karena algoritma memprioritaskan konten yang memicu reaksi instan, bukan kebenaran yang mendalam.
Mengapa optimalisasi nalar ini sangat mendesak? Karena Gen Z adalah pilar utama pembentuk opini publik di masa depan.
Jika mereka kehilangan kemampuan menyaring data, maka kohesi sosial kita terancam oleh polarisasi yang tajam.
Disinformasi di era ini bukan lagi sekadar salah informasi yang tidak disengaja, melainkan ancaman sistematis yang bisa memengaruhi perspektif hidup hingga pengambilan keputusan penting.
Logika: Navigasi di Lautan Data
Dalam kacamata Logic and Critical Thinking, peran Gen Z dimulai dengan mengasah nalar untuk mendeteksi kesesatan berpikir (logical fallacy) dalam konten yang dikonsumsi sehari-hari.
Gen Z perlu bertransformasi dari konsumen pasif menjadi verifikator mandiri. Menggunakan logika berarti berani mempertanyakan kredibilitas sumber, membedakan fakta dari sekadar opini subjektif, dan tidak mudah tergiur oleh judul yang bombastis atau clickbait.
Langkah praktisnya adalah membangun “skeptisisme yang sehat”. Setiap menemukan berita yang kontroversial, langkah verifikasi silang harus menjadi insting utama.
Optimalisasi ini bukan tentang memusuhi kemajuan teknologi, melainkan tentang bagaimana manusia tetap menjadi nakhoda atas alat yang digunakannya.
Menjadikan Gen Z tangguh melawan disinformasi adalah investasi besar bagi masa depan bangsa.
Baca Juga: Merajut Toleransi di Era Digital: Peluang dan Tantangan bagi Generasi Muda
Dengan nalar kritis yang tajam, teknologi di tangan mereka akan menjadi alat pencerah peradaban, bukan penghancur akal sehat.
Mari kita optimalkan potensi ini agar ruang digital kita menjadi tempat yang lebih cerdas, sehat, dan bermartabat.
Penulis:
1. Bintang Naura Panda Mulla
2. Widiyatmo Ekoputro
Mahasiswa dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Dosen Pengampu: Drs. Widiyatmo Ekoputro, M.A.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi












