Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan arah yang semakin positif.
Setelah lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI) pada tahun 2021 sebagai hasil merger tiga bank syariah milik BUMN, industri ini kini bergerak menuju fase digitalisasi yang lebih matang.
Namun, di tengah peluang besar tersebut, muncul satu tantangan baru yang tak kalah penting: bagaimana bank syariah dapat menjangkau dan menarik minat generasi Z — kelompok usia muda yang sangat akrab dengan teknologi digital tetapi kerap memiliki pemahaman terbatas tentang keuangan syariah.
1. Kondisi Terkini Perbankan Syariah di Indonesia
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar perbankan syariah Indonesia per 2025 masih berada di kisaran 7–8% dari total aset perbankan nasional.
Meskipun angka ini meningkat dibanding beberapa tahun lalu, potensinya masih jauh dari maksimal mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Tren positif ini ditopang oleh beberapa faktor penting: peningkatan kesadaran masyarakat terhadap prinsip keuangan halal, kebijakan pemerintah yang mendukung ekosistem ekonomi syariah, serta inovasi digital yang semakin luas.
Bank syariah kini tidak hanya mengandalkan kantor cabang fisik, tetapi juga memperluas jangkauan melalui layanan mobile banking, internet banking, hingga kerja sama dengan fintech syariah.
Transformasi digital tersebut menjadi kunci agar perbankan syariah mampu bertahan dan berkembang di tengah perubahan perilaku nasabah yang kini serba cepat dan serba online — terutama generasi Z.
2. Siapa Generasi Z dan Mengapa Mereka Penting bagi Bank Syariah?
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, merupakan kelompok yang tumbuh bersama internet, media sosial, dan teknologi digital.
Mereka tidak hanya aktif secara online, tetapi juga memiliki gaya hidup yang menuntut kemudahan, kecepatan, dan transparansi dalam setiap transaksi.
Dari sisi ekonomi, Gen Z kini mulai memasuki usia produktif, menjadi mahasiswa, pekerja muda, dan pelaku wirausaha digital.
Mereka merupakan pasar masa depan bagi industri keuangan.
Jika bank syariah gagal membangun hubungan dengan generasi ini sejak dini, maka potensi jangka panjangnya akan terlewatkan.
Namun, di sisi lain, survei yang dilakukan OJK dan Bank Indonesia menunjukkan bahwa literasi keuangan syariah di kalangan muda masih rendah, bahkan di bawah 10% dari total populasi.
Artinya, banyak dari mereka belum memahami konsep dasar, seperti riba, akad, atau perbedaan antara produk syariah dan konvensional.
Inilah tantangan utama yang harus dijawab oleh perbankan syariah: bagaimana menghadirkan layanan yang modern dan digital, tapi tetap menanamkan nilai-nilai syariah yang kuat.
3. Inovasi Digital dalam Perbankan Syariah
Untuk menarik perhatian generasi Z, berbagai bank syariah mulai melakukan transformasi digital yang signifikan.
Misalnya, BSI Mobile menghadirkan fitur-fitur yang mudah digunakan seperti pembukaan rekening secara online, pembayaran QRIS, investasi emas syariah, hingga donasi digital.
Fitur ini bukan sekadar mengikuti tren teknologi, tetapi juga menjadi bentuk adaptasi terhadap gaya hidup cashless dan mobile-first yang digemari anak muda.
Selain itu, bank-bank syariah mulai memanfaatkan media sosial dan influencer muslim muda untuk meningkatkan engagement.
Kampanye digital seperti #BeraniHijrahFinansial atau #BSIForGenZ menunjukkan upaya industri untuk menyesuaikan pesan dengan gaya komunikasi generasi muda.
Tidak hanya itu, kolaborasi antara bank syariah dan startup fintech juga semakin kuat.
Fintech syariah menawarkan layanan peer-to-peer lending, investasi reksa dana syariah, hingga platform wakaf digital.
Semua ini memperluas ekosistem keuangan syariah ke ranah digital yang lebih dinamis.
4. Tantangan: Kepercayaan dan Pemahaman
Meski transformasi digital berjalan cepat, kepercayaan tetap menjadi faktor utama dalam keberhasilan perbankan syariah.
Sebagian Gen Z masih skeptis terhadap klaim “syariah” dari sebuah bank, karena menganggap tidak ada perbedaan signifikan dengan bank konvensional selain labelnya saja.
Hal ini menunjukkan bahwa edukasi dan transparansi menjadi hal penting.
Bank syariah perlu menjelaskan secara terbuka bagaimana mekanisme akad, pembagian keuntungan, dan pengelolaan dana nasabah dilakukan sesuai prinsip Islam.
Selain itu, perlu ada inovasi dalam cara menyampaikan pesan — tidak hanya lewat teks akademik, tetapi juga lewat konten visual, video pendek, dan media interaktif yang sesuai dengan gaya komunikasi Gen Z.
Tantangan lainnya adalah kompetisi dengan fintech konvensional yang jauh lebih agresif dan inovatif.
Jika bank syariah tidak bergerak cepat, mereka berisiko tertinggal dalam memperebutkan pasar anak muda yang haus akan kemudahan dan pengalaman digital yang menarik.
5. Literasi dan Peran Pendidikan
Untuk meningkatkan daya tarik perbankan syariah di kalangan generasi muda, literasi keuangan syariah harus menjadi prioritas nasional.
Perguruan tinggi, lembaga dakwah kampus, dan komunitas ekonomi Islam memiliki peran besar dalam memperkenalkan konsep keuangan syariah secara aplikatif.
Kegiatan seperti seminar keuangan syariah digital, kompetisi startup halal, atau kelas literasi keuangan online bisa menjadi cara menarik bagi Gen Z untuk memahami nilai-nilai syariah dalam konteks modern.
Selain itu, kolaborasi antara bank syariah dan lembaga pendidikan bisa menciptakan program magang, riset, atau kampanye sosial yang menyentuh kebutuhan nyata anak muda.
Dengan begitu, mereka tidak hanya memahami teori, tetapi juga melihat praktik keuangan syariah secara langsung.
6. Masa Depan: Sinergi Nilai dan Teknologi
Masa depan perbankan syariah Indonesia sangat bergantung pada kemampuannya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan inovasi teknologi.
Generasi Z tidak menolak nilai-nilai agama, tetapi mereka ingin nilai itu dikemas secara relevan, mudah diakses, dan modern.
Oleh karena itu, bank syariah harus menjadi pionir dalam menciptakan ekosistem digital halal yang tidak hanya berbasis keuntungan, tetapi juga berdampak sosial.
Program seperti green financing, zakat digital, dan pembiayaan UMKM halal bisa menjadi bentuk nyata sinergi antara spiritualitas dan inovasi.
Penutup
“Perbankan syariah tidak lagi cukup hanya berbicara tentang halal, tetapi juga harus mampu menjadi relevan bagi generasi digital. Karena masa depan keuangan Islam akan ditentukan oleh seberapa jauh kita bisa memahami dan melibatkan generasi Z hari ini.”
Penulis: Muhammad Rafi Khoshib Syarif
Mahasiswa Prodi Manajemen Bisnis Syariah, Universitas Tazkia
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News












