Pendidikan Seksual Tangkal Nonmarital pada Remaja

Pendidikan Seksual

Remaja adalah generasi muda harapan bangsa. Oleh karena itu, remaja perlu dibina dan dibimbing. Salah satunya dengan memberikan pendidikan, karena pendidikan adalah salah satu hal penting dalam kehidupan setiap manusia.

Di zaman sekarang para orang tua sudah semakin sadar bahwa pentingya untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Namun pendidikan seks seakan luput dari perhatian.

Tidak adanya perhatian terhadap pendidikan seks bagi remaja tidak terlepas dari adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu bahkan yang paling ekstrim berpendapat bahwa hal tersebut mendorong anak remaja untuk melakukan hubungan seks.

Sebagian besar masyarakat masih memiliki paradigma pendidikan seks adalah sesuatu yang vulgar dan sepatutnya remaja harus belajar dari lingkungannya.

Diakui atau tidak masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan, tetapi juga merupakan suatu masa yang banyak menimbulkan masalah, bagi remaja yang mengalaminya maupun bagi lingkungan pada umumnya.

Pada masa ini seseorang tumbuh dan berkembang dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja berada pada suatu tahap yang secara fisik telah dapat berfungsi sebagai orang dewasa, namun secara mental dan sosial mereka belum matang.

Oleh karena itu, masa remaja adalah masa yang paling signifikan untuk mendapatkan pendidikan seks. Sedini mungkin orang tua harus preventif untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada diri anak tersebut. Karena pada masa ini para remaja siap menerima dan mencerna apa yang diajarkan kepada mereka kepribadian, intelektual, emosinalitas yang mempengaruhi tingkah laku para remaja.

Pada masa ini juga terlihat perkembangan psikososial yang berhubungan dengan berfungsinya seseorang dalam lingkungan sosial.

Oleh sebab itu, remaja menjadi sangat rentan terhadap masuknya nilai-nilai pengajaran yang destruktif yang dapat masuk melalui pergaulan. Bila pendidikan seks tidak diajarkan sedini mungkin, maka besar kemungkinan akan terjadi pelanggaran nilai-nilai moral. Salah satunya adalah nonmarital.

Hamil di luar nikah atau non marital kini menjadi isu yang hangat diperbincangkan baik skala nasional hingga internasional.

Hal ini menjadi permasalahan pelik setiap negara lantaran beberapa tahun terakhir, nonmarital menjadi tren dikalangan remaja.

Dilansir dari United Nations Population Fund (2016), secara global sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Hal ini  pemerintah disetiap negara tidak boleh tutup mata dan sesegera mungkin memberikan penanganan intensif terkait hal ini.

Di Indonesia sendiri, upaya preventif pemerintah sudah termaktub dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 amandemen Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia untuk menikah diatur setara 19 tahun, hal ini berarti pasangan yang menikah dibawah ketentuan tersebut tergolong pernikahan dini.

Baru-baru ini, tanah air tengah digegerkan berita ratusan siswi di Ponorogo yang mengajukan dispensasi nikah kepada pengadilan Agama.

Dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah, tetapi belum memenuhi ketentuan pemerintah. Singkatnya dispensasi nikah ini merupakan kelonggaran hukum bagi mereka yang tidak memenuhi syarat sah perkawinan secara hukum.

Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag), terdapat 50.673 dispensasi perkawinan  pada 2022. Jumlah tersebut lebih rendah 17,54% dibandingkan pada 2021 sebanyak 61.449 kasus, dan 63.832 kasus pada 2020. 

Dan mirisnya alasan hamil di luar nikah kerapkali menjadi alasan untuk mendesak hakim mengabulkan dispensasi nikah di bawah umur. 

Berdasarkan data Riskesdas 2018 perempuan usia 10-19 tahun  sebanyak 58,8% pernah hamil dan 25,2% sedang hamil.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa ketetapan pemerintah hanya dipandang sebelah mata oleh masyarakat, dan kasus nonmarital semakin menjadi tren kalangan remaja Indonesia.

Kondisi ini menjadi keprihatinan pemerintah khususnya KOMNAS Perempuan yang terus menyuarakan pentingnya pendidikan seksual bagi remaja.

Oleh karena itu, pemahaman tentang seksualitas perlu diintegralkan dalam diri remaja. Pendidikan seks bukan hanya pemahaman tentang fungsi organ-organ seksual, lebih daripada itu pendidikan seks hendaknya menjadi dasar pemahaman yang mengacu pada norma-norma. Sehingga, pemahaman seseorang akan seks, adalah hal yang suci bukan hanya sekedar prokreasi.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya dari setiap pihak khususnya keluarga yang merupakan lembaga pertama kehidupan sang anak, untuk mengarahkan remaja agar mampu memilah mana yang baik bagi kehidupannya. 

Penulis: Yulius Virlando Sandu
Siswa Jurusan IPA SMAK Seminari Menengah St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *