Serangan fajar atau yang dikenal dengan politik uang adalah kejadian dimana masyarakat disuap dengan uang untuk berpihak kepada satu maupun pasangan calon saat menjelang pemilu. Hal ini biasanya dilakukan kepada masyarakat sehari sebelum pencoblosan.
Walaupun serangan fajar melanggar prinsip kejujuran dalam pemilu dan merusak mental maupun integritas demokrasi, kejadian tersebut dianggap wajar di mata masyarakat. Sebagaimana disampaikan Juru Bicara PDIP Chico Hakim, bahwa “politik uang sulit dihilangkan karena sudah menjadi hal yang normal dalam setiap debat pemilu”. Padahal, politik uang sangat berdampak dan merugikan sekali, mulai dari merusak moral, integrasi demokrasi hingga meningkatkan peluang korupsi.
Serangan fajar menjadi normal karena kejadian tersebut sering terulang. Buktinya terdapat pada survei Populix pada Mei 2024, menunjukkan bahwa 50% dari 962 responden pernah ditawari uang saat-saat sebelum mencoblos. Sayangnya, masyarakat yang menerima suapan ini sering kali tidak menyadari bahwa mereka juga sebenarnya berkontribusi pada kerusakan moral dan integritas demokrasi.
Masyarakat yang biasanya menerima serangan fajar ini adalah golongan masyarakat dari kalangan menengah ke bawah dan diberikan dari pihak siapapun. Survei yang sama menunjukkan bahwa tokoh utama politik uang adalah tim sukses kampanye itu sendiri, diikuti pengurus partai politik, bahkan teman, tetangga, hingga ketua lingkungan setempat.
Fakta ini menunjukkan bahwa serangan fajar bukan hanya persoalan kandidat atau partai, tetapi juga melibatkan masyarakat secara luas. Ketika orang-orang terdekat terlibat dalam praktik ini, maka masyarakat semakin mudah untuk melakukannya.
Hal ini diperburuk dengan penegak hukum seolah-olah menutup mata tanpa adanya tindakan nyata atas perbuatan adanya politik uang. Secara tegas, bahwa hukum telah mengatur adanya politik uang dilarang melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Undang-undang Pilkada ini memberikan sanksi (hukuman) baik sanksi administrasi maupun pidana, terutama bagi pemberi dan penerima. Namun, ketidakpedulian dari penegakan hukum ini membuat pelanggaran seringkali tidak mendapatkan sanksi maupun konsekuensi secara jelas, tegas dan nyata. Ketidaktegasan ini menciptakan kesan bahwa politik uang hanyalah pelanggaran ringan, bukan ancaman serius bagi demokrasi.
Dari pembahasan di atas, jelas bahwa serangan fajar telah dinormalisasikan karena kejadian tersebut sering terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Padahal aksi-aksi tersebut sangat berdampak buruk bagi mental masyarakat dan negara kita dimana serangan fajar tidak dinormalisasikan. Diharapkan, penegak hukum seperti Bawaslu dan KPK harus lebih tegas selama masa pemilu, agar masyarakat tidak diikutsertakan dalam politik uang.
Penulis:
1. Daphne Emmanuella Saluling
2. Kristiani Maria Valencia Manafe
Siswa SMA Santa Ursula Jakarta
Referensi:
Kompas.id: Masuk Masa Tenang Pilkada 2024, Akankah “Serangan Fajar” Kembali Masif?
Narasi TV: Survei Populix: Politik Uang Tak Pandang Bulu dan Tim Sukses Jadi Agen Utama