Persentase Lemak Tubuh

Persentase Lemak Tubuh
Ilustrasi Pengukuran Lemak Tubuh (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Persentase lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada pada laki-laki. Fenomena ini disebabkan oleh akumulasi lemak yang lebih banyak pada beberapa bagian tubuh perempuan dibandingkan dengan laki-laki, seperti lemak pada dada, pinggang, paha, dan pantat.

Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016) dari segi fisik, wanita memiliki tingkat lemak yang lebih tinggi dibandingkan pria. Persentase lemak tubuh pada wanita berkisar antara 25-30%, sedangkan pada pria berkisar antara 18-23%.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sholiha dkk (2022) pada mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda, yang menyatakan bahwa responden yang memiliki persentase lemak tinggi sebanyak 17 mahasiswa pada perempuan sedangkan pada laki-laki sebanyak 11 mahasiswa.

Berdasarkan fisiknya, perempuan memiliki persentase lemak lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Indonesia memiliki kasus obesitas yang masih tinggi dan perlu menjadi perhatian. Peningkatan obesitas terjadi akibat beberapa faktor seperti pola makan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, gaya hidup tidak sehat, dan faktor-faktor lainnya.

Hasil dari Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 21,8% (Riskesdas, 2018). Jumlah ini terus meningkat sejak Riskesdas 2007 yang mencapai 10,5% dan 14,8% pada Riskesdas 2013 (Riskesdas, 2013).

Hal ini sesuai dengan temuan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Ariyanto dkk (2022) didapatkan bahwa asupan energi yang berhubungan dengan gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi karbohidrat, konsumsi protein, konsumsi lemak, dan konsumsi serat juga berpengaruh terhadap obesitas pada remaja masa kini.

Kasus obesitas yang terjadi di Indonesia masih terus mengalami peningkatan yang disebabkan oleh berbagai faktor.

Menurut saya, seseorang yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi lemak akan menyebabkan penumpukan lemak berlebih dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh kontribusi energi yang lebih besar dari makanan berlemak, karena lemak mengandung dua kali lebih banyak kalori dibandingkan dengan protein.

Penyimpanan lemak yang berlebih dalam tubuh menyebabkan pertambahan berat badan dan tingginya persentase lemak dalam tubuh.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk (2021) terdapat korelasi positif yang diamati antara jumlah lemak yang dikonsumsi dan persentase lemak tubuh, yang menunjukkan bahwa semakin besar asupan lemak, semakin tinggi pula persentase lemak tubuh.

Maka dari itu, konsumsi makanan tinggi lemak dapat mengakibatkan penyimpanan lemak berlebih dalam tubuh sehingga persentase lemak tubuh meningkat.

Sebagian besar kasus obesitas pada remaja disebabkan karena aktivitas fisik kurang disertai dengan pola makan yang tidak seimbang.

Kurangnya beraktivitas dapat menyebabkan penumpukan lemak tubuh yang berlebihan dan ketidakseimbangan dengan asupan makanan, dimana asupan energi lebih tinggi dibandingkan dengan energi yang digunakan. dikeluarkan melalui aktivitas fisik, hal ini dapat berkontribusi pada peningkatan berat badan dan risiko obesitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih dan Pratiwi (2019), menyatakan bahwa remaja yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan sebanyak 55,2% mengalami obesitas, sementara remaja dengan tingkat aktivitas fisik yang sedang mencapai 72,7% mengalami kegemukan saat berusia antara 18 hingga 22 tahun di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram. Peningkatan berat badan dan obesitas dapat disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik.

Menurut saya, kemajuan teknologi dapat menyebabkan peningkatan gaya hidup yang pasif (sedentary lifestyle) dan penurunan tingkat aktivitas fisik sehingga memicu terjadinya obesitas.

Pada era modern ini, seseorang cenderung mengisi waktu dengan bermain permainan di handphone atau laptop, bermain play station, menyalakan TV dengan remote, dan jarang melakukan olahraga yang akan menyebabkan terganggunya metabolisme tubuh.

Hal ini berkaitan dengan gaya hidup yang pasif mengakibatkan lemak yang seharusnya dibakar menjadi sedikit dan kemudian memicu terjadinya obesitas. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asnita (2020) pada remaja di SMU Negeri 7 Banda Aceh yang menunjukkan adanya hubungan antara sedentary lifestyle dengan kejadian obesitas  (p = 0,025) dengan nilai Odd Ratio = 2,567.

Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki tingkat sedentary lifestyle yang tinggi akan mengalami obesitas dengan risiko 2,567 kali lipat lebih tinggi daripada remaja yang memiliki tingkat sedentary lifestyle yang rendah. Oleh karena itu, sedentary lifestyle dapat menyebabkan obesitas.

Persentase lemak tubuh menjadi indikator penting dalam pengukuran antropometri yang mencerminkan perbandingan antara massa lemak dan massa bebas lemak pada tubuh seseorang.

Variasi dalam massa otot dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap variasi nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), terutama pada individu dengan tinggi badan yang serupa.

Sebagaimana dijelaskan oleh Adityawarman (2019), yang menegaskan bahwa tingginya persentase lemak tubuh, meskipun pada individu dengan berat badan yang normal, memiliki keterkaitan erat dengan kelebihan berat badan (overweight). Persentase lemak tubuh mengukur banyaknya jumlah lemak dalam tubuh seseorang.

Menurut saya, faktor stres dan kurang tidur dapat mempengaruhi peningkatan persentase lemak tubuh. Tingkat stres dan kurang tidur dapat memengaruhi kecenderungan untuk mengonsumsi makanan berkalori tinggi dan menyebabkan peningkatan berat badan, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap persenase lemak tubuh yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2018), menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran mengalami tingkat stres yang lebih tinggi. daripada mahasiswa dengan program studi non kesehatan.

Dampak dari stres ini dapat mencakup kecenderungan untuk mengonsumsi makanan tinggi lemak secara berkelanjutan tanpa menjaga keseimbangan aktivitas fisik sehari-hari. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya pengeluaran energi oleh tubuh dan pembentukan asam lemak dalam tubuh. 

Memperbanyak mengonsumsi makanan yang berserat dapat membantu menurunkan persentase lemak tubuh. Makanan yang kaya serat cenderung memberikan sensasi kenyang yang lebih berlangsung lama. Hal ini dapat membantu mengurangi keinginan untuk ngemil atau mengonsumsi makanan tinggi kalori di antara waktu makan.

Menurut Jannah et al (2020) sensasi kenyang yang berlangsung lebih lama dan penurunan penyerapan zat gizi oleh tubuh dapat menyebabkan pengurangan berat badan, karena persentase lemak tubuh dapat menurun.

Meskipun demikian, upaya  lainnya juga perlu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja tubuh dalam menurunkan persentase lemak tubuh seperti melakukan aktivitas fisik, mengontrol porsi makan, mengelola stres, mencukupi kebutuhan cairan, dan istirahat yang cukup.

Kelebihan persentase lemak tubuh atau obesitas dapat menjadi penyebab berbagai penyakit dan kondisi kesehatan. Lemak yang menumpuk di dalam tubuh bukan hanya sebagai cadangan energi namun juga memiliki fungsi biologis pada tubuh.

Menurut Bollapragada et al (2017) terdapat beberapa penyakit yang erat kaitannya dengan obesitas meliputi diabetes melitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar lipid yang tidak normal (dislipidemia), stroke, dan penyakit jantung koroner.

Selain itu, obesitas juga berdampak pada aspek sosial dan ekonomi, termasuk gangguan kecemasan akibat bentuk tubuh yang berbeda.

Secara tidak langsung, obesitas dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja dan meningkatkan risiko kehilangan pekerjaan karena peluang mengalami penyakit lebih tinggi. Persentase lemak tubuh yang tinggi dapat menjadi pemicu terjadinya penyakit.

Penulis: Istianah Nur Adila
Mahasiswa Ilmu Gizi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *